Torch Today

ILMU PENTERJEMAHAN DALAM BAHASA JERMAN

Posted by admin Saturday, June 5, 2010

Walaupun sangat berpengaruh dalam hal menterjemahkan kitab Injil, pekerjaan Nida dalam penterjemahan juga sering berpengaruh pada bidang linguistik dan penterjemahan di luar konteks kitab Injil. Aplikasi teori Nida yang paling terperinci belum terjadi di Inggris atau Amerika, tetapi di Jerman, dimana ilmu penterjemahan (Ubersetzungswissenschaft) menonjol dalam pengajaran penterjemahan di Universitas Saarland di Saarbrucken, di mana Jerman melatih para penterjemah dan interpreter masa depan.
Saya dapat menggambarkan pengaruh Nida dengan sangat baik dengan menganalisis pekerjaan Wolfram Wilss yang mengajar di Saarbrucken dan yang teksnya, Ubersetzungswissenschaft Probleme und methoden (1977), ilmu penterjemahan: masalah dan metode (1982), mungkin paling menjelaskan teori dan latihannya. Ilmu Wilss masih dalam bentuk yang bersifat sangat sementara─mendokumentasikan penelitiannya dengan contoh yang sangat sedikit, dan yang hanya digambarkan dari dua bahasa (Inggris dan Jerman). Kajiannya masih mengandung banyak kontradiksi yang tak terpecahkan dan secara keseluruhan sistemnya masih kurang dari standar evaluasi.
Namun sudah cukup pekerjaan yang dicapai dalam hal analisis linguistik pasangan tertentu─contoh yang dijilid─kedua kalimat dan teks berorientasi agar Wills membuat generalisasi yang cukup besar tentang pendekatan metodologis dan filosofis yang tepat bagi ilmu penterjemahan. Saya akan fokus pada perkiraan teoritisnya, baik eksplisit maupun implisit, dan memperlihatkan bagaimana dasar pikiran yang sangat tercermin tersebut serupa dengan Chomsky dan Nida, dan kemudian memeriksa pengertiannya akan padanan penterjemahan, yang meskipun katanya deskriptif, juga mencerminkan kecenderungan untuk menjadi universal.
Ilmu penterjemahan Wilss terbagi menjadi 3 cabang penelitian yang berhubungan tapi terpisah: (1) sebuah deskripsi “ilmu penterjemahan umum” yang melibatkan teori penterjemahan; (2) “kajian padanan penterjemahan deskriptif”; (3) “penelitian terapan” dalam penterjemahan menunjukkan kesulitan penterjemahan tertentu dan cara memecahkan masalah tertentu. “Ilmu umumnya” (1) adalah dasar pikiran yang sangat diberatkan ke arah teks linguistik yang mengkategorisasikan teks baik secara tematis maupun fungsional. Para penterjemah harus memiliki apa yang disebut Wills kemampuan analitis-teks; jenis-jenis teks itu sendiri diklasifikasikan sebagai “lebih berorientasikan penterjemahan” atau “kurang berorientasikan penterjemahan”. “Kajian deskriptif” (2) cenderung untuk fokus pada “padanan teks pragmatis” atau contoh yang menimbulkan serangkaian ide dan konsep yang sama. Metode Willss melibatkan baik parafrase makna aslinya penterjemahan intralingua maupun penterjemahan interlingua-memindahkan makna tersebut ke dalam bahasa sasaran dan menaruh banyak penekanan pada tanggapan psikotis. “Penelitian terapan” (3) menawarkan pengertian praktis pada kesulitan-kesulitan penterjemahan tertentu dan mencoba untuk memecahkan mereka dengan pendekatan makna terakhir.
Selain itu, terobosan program ini mencoba untuk mengembangkan sebuah referensi iTarne untuk menganalisis kesalahan dan mencoba untuk menyediakan struktur penjelasan dan evaluasi untuk menilai kualitas atau paling tidak perbedaan yang dapat diterima.
Dari tiga cabang proyek Wilss, penelitian terapan adalah yang paling sedikit diberi definisi dan yang paling banyak menimbulkan pertanyaan. Dia mengakui bahwa ilmunya belum banyak mengenal kesulitan penterjemahan dan juga memiliki masalah dalam hal menemukan kerangka evaluatif obyektif. Yang lebih dikembangkan adalah cabang teoritis dan metodologis, yang sekarang akan saya periksa lebih teliti.
Ilmu penterjemahan mengakibatkan, "linguistik modem dianggap terutama sebagai matapelajaran komunikatif; perkembangan ini dapat dilacak sampai pada saat perkembangan tersebut mematahkan rintangan para generativis” (Wilss, 1982:11). Oleh karena itu proyek Wilss memberi reaksi terhadap dua teori linguistik yang mendominasi, yaitu linguistik deskriptif dan tata bahasa generatif, walaupun pada kenyataannya kedua teori ini memiliki pondasi teoritis yang sangat berbeda. Penolakan pada pendekatan linguistik seperti strukturalisme taksonomi yang hanya menggambarkan struktur permukaan bahasa-bahasa tertentu dan memperlihatkan sedikit ketertarikan pada penterjemahan mudah untuk dimengerti. Akan tetapi, alasan Wilss untuk menentang tata bahasa generatif agak sedikit kurang jelas. Wilss mengatakan bahwa masalah yang sama adalah benar untuk tata bahasa transformasional generatif seperti untuk linguistik struktural. Dia berpendapat bahwa para generativis menggunakan alat metodologi yang sama untuk “ilmu ilmuwan” dan berusaha untuk menghasilkan “penggambaran eksplisit matematis dari proses-proses metal memungkinkan verifikasi empiris sebuah konfirmasi” (Wilss. 1982;67) Lagipula objek wilayah untuk mentransformasikan tata bahasa secara generatif lebih mendominasi kearah sintaksis tidak mengarah pada psikolinguistik, dan hal ini juga mempelajari sistem bahasa pribadi, bukan merupakan model berbagai bahasa. Hal ini mengabaikan suatu penerimaan masalah dan meniadakan fungsi suatu peran di dalam konteks aslinya. (Wills,1982:68-70). Wills melihat Chomsky secara tata bahasa dan secara empiris karena teori platonikroot Chomsky terlalu idealis. Wills menunjuk pada suatu poin bahwa teori linguistik Chomsky dikembangkan dengan sebuah “sistem kontrol otomatis quasicybernetic” dan “komponen generatif dalam teori linguistik Noam Chomsky…. akhirnya disebut mekanis bukan mentalis” (Wills, 1982:15). Teori linguistik Chomsky telah ditentang oleh begitu banyak ahli bahasa karena kurangnya komponen semantis dan pragmatis di dalam teorinya, sebab Wills menganalisis unit teks di dalam struktur kalimat dan nampaknya tidak disadari bahwa dia mengadopsi kerangka dasar / kerangka berpikir dengan teori yang rasional.
Ironisnya, Wills memilih paradigma “moralistis” untuk “ilmu pengetahuannya” itu. Dia menulis bahwa ilmu terjemahan tidaklah tertutup, melainkan kognitif dan asosiatif sehingga, ilmu tersebut membutuhkan pemenuhan hanya pada “tingkatan yang terbatas” yaitu permintaan bagi objektifitas dan “metode prosedur nilai bebas” yang mengkarakterisasikan metodologi penelitian pada ilmu alam. Kebebasan Wills inilah yang digunakan untuk menemukan pendekatan sejarah dalam teori bahasa struktur awal yang didasarkan pada suatu pemahaman konsep idealis atau humanis untuk mengadopsi persaingan atau pebedaan–perbedaan bentuk, seperti yang digarisbawahi oleh Chomsky, dan untuk menerima modifikasi persaingan Nida yaitu memasukan komponen kontekstual. Penerjemahan, bagi Wills didasarkan pada keberadaan struktur dasar bahasa universal-sintaktis dan semantis, bentuk universal seperti pengalaman biasa-dan ilmunya itu menjadi sebuah hal sederhana dalam menciptakan sintaktis, semantis dan penerimaan padanan. ”Ilmu” Wills lebih dekat dengan Chomsky daripada pengakuan terhadap ilmunya itu sendiri.
Kemampuan penerjemahan suatu teks didasarkan pada keberadaan kategori umum didalam sintaksis, semantik dan pengalaman yang logis. Sebuah terjemahan seharusnya tidak akan gagal untuk memiliki sifat-sifat keasliannya dalam kualitas terjemahan, dan alasannya secara normal, tidak akan melibatkan kekurangan dalam hal sintaksis dan inventarisasi leksikal pada bahasa sasaran tapi lebih kepada kemampuan penerjemah yang terbatas dalam menganalisis teks. (Wills,1982:49)
Sehingga, dengan latihan yang tepat di institutnya, para siswa dapat mempelajari kosakata padanan yang tepat, mengasah intuisi mereka, dan menghasilkan terjemahan yang berkualitas. Dedikasi Wills mengingatkan kita pada proyek L.A.Richard, karena keduanya termasuk pengajar interpretasi teks.
Evaluasi dari sejarah teori terjemahan Wills menyediakan sebuah kerangka berfikir dalam memahami presuposisinya dengan lebih baik. Wills berpindah sangat cepat melalui Roma dan Yunani, Cicero, Jerome, dan Luther, menyimpulkan setiap teorinya dalam sedikitnya satu paragraf. Kemudian dia menyediakan spesifik analisis mengenai dua ahli teori dari Jerman; Friedrich Schleiermacher dan Wilhelm von Humboldt. Schleiermacher memiliki peranan yang sangat penting bagi ilmu Wills, karena dia membuat pembeda antara ”kebenaran” dan “mekanisme” terjemahan yaitu memperbolehkan kebutuhan bagi ilmu yang dapat menerjemahkan seni dan perlunya seorang penerjemah yang mampu menyampaikan pesan utama dari terjemahan (istilah schleiermacher) dengan tepat seperti yang dimaksudkan oleh penulis bahasa sumber. Proyek dedikasi Wills memperkuat perbedaan linguistik di Jerman dimana Inggris tidak mengenal perbedaan tersebut, perbedaan antara terjemahan (ubersetzen) dengan interpretasi (dolmetschen). Hanya akhir-akhir ini, ajakan di sekolah Leipzig memiliki bidang terjemahan yang telah diperkenalkan untuk melengkapi kegiatan terjemahan dan interpretasi.
Selanjutnya Wills menekankan kontribusi Humboldt dalam teori terjemahannya. Dia menyadari perbedaan dalam pendapat Humboldt mengenai terjemahan. Humboldt tidak mempercayai keberadaan sistem konseptual yang melanggar batasan bahasa individual. Wills juga menyadari bahwa pemikirannya akan menyangkal kemungkinan sebuah penemuan padanan yang fungsional, inti ilmu Nida dan dirinya. Walaupun pandangan Humboldt yang mengemukakan bahwa bahasa secara esensial tidak sama, tapi terjemahan memungkinkannya. Wills juga menyatakan “predisposisi alam terhadap bahasa adalah sesuatu yang umum dan semua bahasa tersebut harus terikat padanya, kunci dalam memahami semua bahasa“. (gtd. Oleh Klopfler,1967:55; gtd oleh Wills,1982:36). Wills menyimpulkan bahwa terjemahan adalah sebuah kemungkinan, karena proses “hermeutic” memberikan akses kepada kita secara umum dan potensial, dan secara generatif, dalam kemampuan bahasa untuk memindahkan pengaruh sosial dan kebudayaan. Dan berkesimpulan bahwa ”pengkajian generatif” menyediakan akses yang potensial ini dengan begitu hebat untuk memungkinkan penyelesaian permasalahan ujaran dalam sebuah komunitas, termasuk ruang lingkup pengalaman sosial dan budaya yang dimilikinya”. (Wills,1982:38) Dua pendapat agak berbeda, akhirnya keduanya adalah benar- benar universal berada pada level yang paling dalam, padahal dasar tata bahasa adalah penting. Dia berpendapat bahwa hubungan keberadaan dasar tata bahasa mempunyai kapasitas generatif dalam dasar tata bahasa diantara keduanya. Sebagai pengganti dalam memecahkan rantai tata bahasa generatif Chomsky, Wilss mengadopsi perbedaan diantara kemampuan dan penampilan dan diantara tata bahasa dalam dan permukaan tata bahasa.
Teori terjemahan berakar ke idealisan di Jerman seperti (1) konsep bahasa universal terdiri dari bentuk universal dan berbagai pengalaman; (2) kepercayaan bahwa tata bahasa dalam, bisa dipindahkan lewat proses “hermenwutik”; (3) komponen generatif yang mana menerjemahkan bahasa dalam, dari dasar ke permukaan bahasa; (4) kualitas teks, dari level atas menyatu dalam seni dan teks ilmu ke level bawah termasuk bisnis dan teks pragmatik. Penelitian metodologi Wilss didasarkan pada teks asli yang usianya tematis dan tipe teks dialihkan lewat sebuah “intralingual” transformasi balik. Dengan mengartikan parafrase, Wilss menghilangkan perbedaan, khususnya permainan kata dan mengimplikasikan model pertama dan kesejarahan, ilmu cabang penelitiannya benar-benar megacu ke metodologi.
Penelitian dalam hal terjemahan harus berkembang dalam sebuah rangka referensis yang mana pandangan sebuah teks dioreintasikan ke komunikasi tematis, fungsional, dimensi teks, pragmatis, tiga dimensi teks ini dapat diperoleh dari teks permukaan tata bahasa.
(Wilss, 1982:116)
Teks dikategorikan untuk memahami tipe dan hubungan kompleks untuk mengurangi empiris diperoleh rumus untuk mengklasifikasikan teks sesuai “genres” dan tema, Tema ini dikemas kembali dan perbedaan bahasa dan konteks tapi mereka di desain untuk menghasilkan efek yang sama seperti aslinya. Teori Wilss menjatuhkan kritik sastra menunjuk pada empiris yang berasal dari katagori yang tidak bisa dilihat mereka ada kontrusinya dalam imajinasi seseorang, hanya kemampuan Chomsky yang tidak pernah di umumkan, hanya asalnya saja. Sistem ini di desain untuk mengindentifikasikan dan menggunakan produk akhir, dan mempersiapkan produk konsumsi dalam waktu yang tempat yang berbeda. Sebab pendekatan secara umum cenderung untuk menghilangkan sesuatu yang mana tidak cocok ke dalam katagori, untuk menghilangkan perbedaan dan untuk menghapus keironisan dan jarak, yang mana hampir selalu bagian setiap teks. Menggandakan tematis atau referensi genetik cenderung untuk menghilangkan secara bersama – sama. Lagi pula tidaklah terlalu aneh, dalam sejarah akhir Wilss dengan pengucapan bahasa bahwa segala sesuatu dapat diekspresikan ke dalam setiap bahasa dan pandangan tersebut disebarluaskan ke dalam lingustik modern (Wilss,1882;48) Sayangnya hanya hal ini telah dikurangi menemani keberhasilan dalam menginformasikan teks sebanyak isi tematis.
Ujian dalam beberapa ligustik modern yang mana Wilss berpendapat bahwa semuanya tidak memegang pada cara Chomsky. Wilss melakukan pada sapir atau sekolah Whorf yang mana menyangkal keberadaan kategori universal yang mana dua bahasa akan benih pengalaman. Untuk menghilangkan alasan jalan ini, Wilss bersama Chomsky dan Erik Henneberg yang mana fondasi bahasa biologi (1967) diposisikan bahasa biologi berasal dari hipotesis, tidaklah dipersoalkan untuk waktu, ada sematis dan sintaksis universal termasuk pragmatis universal, hal ini tidaklah seluruhnya benar dalam bahasa natural (Wilss,1982;39) Wilss bersama Erwin kosch mieden yang berpendapat bahwa di tahun 1965 di “beitrage zur allgemeeran syntax yang mana tandanya tidaklah terlalu penting artinya (1982;43) Wilss akhirnya berkesimpulan bahwa Sapir (Whorf) tetis relatifitas benar benar tidak mendukung (jika tidak memadai) (Wilss,1982;43) pada saat dia berpendapat Wilss mencantumkan bahwa “Sapir (Whrof) tetis termasuk rasist” dengan menunjuk ke karangan “ottokade” “ist allaes ubersetzber” dari 1964 untuk mendukung mendapat politik.
Jika saya menyatakan bahwa terjemahan lengkap tidaklah mungkin, saya menyatakan bahwa satu bahasa (dinamakan, sebuah bahasa yang saya terjermahkan ke dalamnya) tidak dapat diungkapkan apakah sudah siap pengungkapan kelain bahasa. Pernyataan ini menggabungkan diri pada tingkat berbicara dan kita menemukan diri kita pada sebuah ideologi yang khusus.
(Kode, 1964;88, gtd oleh Wilss,1982;47-8)
Dasar teori ujian yang lebih penting di bidang politik tidak hanya diidentifikasikan Wills dalam ilmunya tapi juga ketakutan bahwa pandangan Sapir/Whorf menyebar luas dan ia berkeinginan untuk memperbolehkannya.
Dasar yang lain dipertimbangkan Wills di dalam teorinya dan ia mengakui bahwa setiap orang yang berhubungan dengan kenyataan dalam terjemahan akan mengklaim dirinya. Wills berpendapat bahwa dasar tata bahasa dapat ditentukan dengan melalui hermeneutic yang dipindahkan ke semua bahasa dalam bentuk sementara. Dasar tata bahasa Wills tidak abstrak dari Chomsky dan Nida. Wills mengadopsi bentuk umum dari teori Chomsky dan ditambahkan dari teori Nida, Wills akhirnya mengutip linguistik modern dalam artikelnya. Terjemahan ilmu pengetahuan yang mana Nida berpendapat bahwa kesan bahasa komunikasi didasarkan pada dua dasar yaitu; (1) kemiripan semantis dalam bahasa adalah hal yang wajib khususnya dalam pengalaman manusia dalam hidup sehari-hari; (2) kemiripan dasar yang masih ada dalam tata bahasa sintaktis khususnya butir atau benih, tingkatan (Nida 1969;483; gtd by Wills 1982;49)
Ilmu terjemahan menggambarkan sebegitu jauh dalam Bab ini menerangkan teori dasar tentang bahasa alam yang tidak bevariasi suatu metodologi, mereka berkeinginan untuk memproses dengan memasyarakatkan dan mengenalkan sebuah tingkatan yang unik, berbeda dan baru tentang kesan ide dalam bahasa menjadi hilang. Dalam standar ujian, bahwa penerjemah adalah berkuasa dan meyakinkan pembaca untuk menginterpretasikan teks mereka. Akhirnya dengan menginventasikan tata bahasa dasar, mereka berkeinginan untuk menjadikan tak berarti hasil mereka sendiri, hasil terjemahan dan kontribusi dalam tindak terjemahan yang mana menjadikan perkembangan dan evaluasi dalam teks asli.

TREND DALAM TEORI TERJEMAHAN DI JERMAN
Pekerjaan Wills telah berkembang lebih di tempat kursus dalam dua dekade yang lalu, khususnya dalam ilmu deskriptifnya yang mana pekerjaan dengan masalah dan menyelidiki berbagai macam kemungkinan dalam terjemahan mereka. Diberikan dalam teori dasar ilmunya, hal ini bukanlah hal yang aneh di mana ia menyelidiki faktor mental dalam hitungan untuk persepsi pertama dan dalam keefisiensiannya terjemahan, untuk proses pembuatan keputusan, faktor kreatif tidak sesuai dengan Senthan Iwonnanistis. Ia lebih tertarik dalam pendekatan psikologi dan teori tingkah laku manusia pada umumnya karena hasil dari ilmu deskriptif telah memaksa untuk membuat modifikasi cabang ilmu pengetahuan. Hal ini menjadi jelas dalam tingkat teks terjemahan yang bervariasi yang mana pandangan Wills sedikit gagal untuk penerjemah yang baik dan hasil lebih dalam pembedaan konteks budaya, penerjemahan menempatkan diri mereka sendiri ke bidangnya dan keputusannya yang kreatif. Hal ini benar bahwa cara ini terus berlanjut dan diperluas ke tujuan yang lebih baik dengan alat linguistik dan ilmu yang lain, kebanyakan hal ini tampak pada diskusi yaitu terjemahan Snell-Hornby. Komponen kebudayaan selalu disajikan dalam pekerjaan Nida, tapi Wills memperluas pertimbangan untuk memadukan faktor budaya yang tidak hanya mempengaruhi hasil akhir, tapi juga proses pengambilan keputusan. Faktor subyektif merupakan bagian dari cara Chomsky yang menekankan kekreatifan bahasa manusia.


Tidak ada kedekatan antara teori Wilss dengan teori Nida, lebih jelas lagi daripada dalam pendapatnya terhadap pelanggaran batas model terjemahan, berdasarkan hipotesa sapir / whorf, dia menolak pada tahun sebelumnya. Walaupun data yang dikumpulkan melewati waktu sepuluh tahun yang lalu menunjukan bahwa teori terjemahan harus mengingat akan konteks budaya variabel dimana melakukan penterjemahan individu, Wilss menyebut hipotesa sebagai sebuah versi dasar dari kerelatifan budaya bahasa. Wilss masih berpendapat bahwa “tidak seorangpun dalam penelitian terjemahan mengesahkan versi dasar ini“ (Wilss, 1989:134). Dia melanjutkan, “Secara pribadi, saya tidak percaya bahwa segala sesuatu mengacu pada budaya bahasa yang ditetapkan. Saya tidak percaya bahwa ada banyak unsur-unsur dalam terjemahan … yang melebihi batas budaya dan bahwa, kenyataannya, menyeluruh“. Untuk membenarkan posisi ini, sekali lagi Wilss mengutip dari Nida, saat ini dari arti terjemahan (1982), dimana Nida berpendapat bahwa salah satu alasan dari kemungkinan komunikasi interlingual adalah “apakah orang-orang dalam budaya yang bermacam-macam mempunyai kebiasaan yang jauh lebih besar daripada sebagian mereka“ dan bahwa “dalam budaya individu biasanya ada perbedaan dasar dari sikap dan tingkah laku yang orang dapat menemukan dalam perbandingan yang dapat disebut normal atau standar tingkah laku“ (Nida, 1982:9;qtd.by Wilss, 1989:135).
Gambaran tentang linguistik modern dan psikolinguistik, Wilss bekerja dalam penelitian dan pembagian intuisi manusia dan kreatifitas dalam terjelahan diharapkan secara teoritis lebih menarik unsur pekerjaan barunya. Setengah dari buku Wilss tentang Cognition Und Ubersetzen (1988) dibagi kedalam subjek, dan dengan jelas menghilangkan pengertian tertentu di dalam ilmu penterjemahan. Dia menulis bahwa intuisi adalah lawan dari konsep prototypical dan bahwa, ketika penerjemah harus mengorientasikan dirinya secara sistimatis ke sebuah rencana konseptual, mereka juga harus menerima metode-metode dan norma-norma dalam terjemahan dan termasuk unsur-unsur dalam teks, sebuah tingkah laku yang dia temukan “beresiko“ tetapi merupakan bagian dari proses. Wilss menyimpulkan bahwa baik analisis semantik dan intuisi membutuhkan pelengkap satu sama lain. Prosedur dasar adalah sistematis : bahwa pembagian struktur dominan dalam teks dari banyak sekali mekanisme abstrak. Tetapi Wilss mengijinkan bahwa suatu prosedur tak hanya menggambarkan sesuatu yang sering tidak praktis (Wilss, 1989:142-3). Dia juga berpendapat bahwa bahkan dalam sebuah rasional, pendekatan sistematis dalam terjemahan, intuisi memainkan peranan dalam bagaimana seseorang berpikir dan merumuskan pemecahan masalah. Dengan demikian, ketika memegang prinsip yang dengan baik dibangun dalam Ubersetzungswissenschaft, pekerjaan Wilss sangat terbuka, menganalisis kedua komponen budaya dan faktor-faktor kreatif dalam cara yang melengkapi penyelidikan ilmu pengetahuan.
Di antara sekolah lainnya, di Jerman mengikuti pendekatan “ilmu pengetahuan yang sama pada terjemahan belajar-mengajar, sekolah Leipzig, yang mulai pada pertengahan enam puluhan, dia juga ikut mempertimbangkan. Pekerjaan mula-mula dari Otto Kate, seperti Fulfill und Gesetzmassigkeit in der Ubersetzung (1968), sebuah teks yang masih dipertimbangkan kembali hingga saat ini, berbeda dari pendekatan akhir-akhir ini. Kate mengijinkan untuk skala yang lebih besar dari Textgattungen (tidak membutuhkan jenis-jenis, tetapi kategori secara umum), dimana diintegrasikan menurut bentuk dan isi, mungkin sepanjang garis dari konsep kritikal baru dari gabungan teks asli. Tetapi minat utama Kate saat ini adalah lebih memfokuskan pada unit atau level kata, dimana ia mengusulkan empat “jenis” koresponden satu untuk bagian ke satu (untuk tale equivalent) satu untuk keseluruhan (fakultatif equivalent); satu untuk bagian ke satu (approximate equivalent) ; dan satu untuk sembilan (nol equivalent). Setelah membagi teks ke dalam rangka atau unit, penerjemah harus memilih “optimal equivalent” dari berbagai jenis pilihan equivalents; pembangunan unit kemudian diproses ke pembuatan keseluruhan. Dengan seluruh perhatian untuk rincian dan berfokus pada rangka yang lebih kecil dari referensi, pendekatan kelihatannya tidak semua yang sama satu pon yang mungkin dianjurkan.
Seperti linguistic “modern” menjadi lebih menyebar luas secara internasional, sekolah Leipzig mengembangkan, dan memfokuskan pergeseran dari pendekatan kata per kata ke dalam model transformasi. Dalam artikel “Invariant und Pragmatic,” diterbitkan tahun 1973, Albrecht Neuter membahas “pusat masalah” dari ilmu penerjemahan. Dia menempatkan dalam perbandingan yang bervariasi untuk terjemahan, yang berdasarkan pada teks asli dan disebut jenis teks. Dia menulis bahwa kode yang digunakan dalam bahasa menunjukkan bahwa dalam situasi komunikasi apapun seseorang dapat menerima jenis karakteristik teks dan bahwa jenis teks ini adalah sumber bahasa yang bervariasi (Neubert, 1973:16). Dia menambahkan jenis teks yang bervariasi, dimana merupakan tolak ukur untuk pragmatik dan semantik, juga mengijinkan untuk menghasilkan variabel yang khusus, dan masalah terjemahan menjadi perbandingan yang optimal (Neubert, 1973:19). Hal ini kelihatannya seperti perubahan tata bahasa, dan bagaimana mungkin diterjemahkan, Neubert menjawab bahwa mereka mungkin menyamakan dengan unit tata bahasa dan proses menerjemahkan dalam permukaan tata bahasa dalam segmentasi gramatikal – leksikal dan fungsi fragmatiknya yang berasal dari permukaan dalam yang sama. (Neubert, 1973:20).
Sekarang kembali ke linguistik modern yang dipimpin oleh Neubert dan untuk mengembangkannya harus mengetahui “model atas bawah” untuk terjemahan “Translatorische Relativitat”. Dia menuliskan bahwa adalah penting bagi sebuah teks untuk dihitung menuju tempat yang menyeluruh, yang mana dibagi menjadi yang lebih kecil, single, dan unit semantik yang dapat berpindah (Neubert 1986:2, lihat juga Neubert 1985:135 ). Pengukuran agak sedikit adalah penggabungan teks yang sekarang dimengerti telah mempunyai jenis kualitas ‘mosaic’, keelestisan yang memperbolehkan untuk diterjemahkan ke dalam target teks yang bervariasi. Neubert memperkenalkan teori terjemahan relativitas dalam proses ulang suatu konstruksi, mengizinkan untuk proses perpindahan kreativitas dari sumbetks ke teks sasaran. Karena relativitas adalah trik, maka itu hal ini tidak terdapat pada hipotesis Sapir/Whorf. Sebagai penggantinya, Neubart berpendapat bahwa relativitas tidak dapat dipisahkan pada tata bahasa aslinya (Neubert, 1986:97). Kali ini terjemahan mempunyai pilihan untuk sebuah kata yang diberikan; contoh suatu bahasa yang diberikan dalam teks mengikuti pola kalimatnya, untuk unit satu kata, kalimat dan kutipan dari teks. Bahasa yang Neubert sajikan dalam berbagai macam analisis linguistik sering didasarkan pada kerohanian dan pandangan bangsa. Di lain pihak, dia berbicara mengenai teks ekuivalen dalam karo propotitin yang koresponden mengenai sematik dalam teks sumber dan dialihkan ke dalam tata bahasa sintaksis (Neubert, 1986:89). Di lain waktu, dia berpendapat dengan mengambil sedikit dari ilmu pengetahuan. Dia menggambarkan teks sumber seperti sebuah pulau yang berbicara bermacam-macam dalam hal yang dating atau hilang dari sumber. Dia berpendapat bahwa ‘koherensi yang sebenarnya’ (berbeda dari tata bahasa penemuan) kenyataannya lebih luas, pilihan yang diambil oleh seorang penerjemah sudah ditentukan (Neubert, 1986:92, lihat Neubert 1985:81).
Hubungan yang lebih dekat baik sekolah Saarbrucken dan sekolah Leipez mungkin dinamakan sebagai pendekatan Reiss/Vermer. Reiss berpendapat bahwa pendekatan pada garis lurus dihalang-halangi dari pada dibantu perkembangannya pada tipe teks relevan untuk proses terjemahan (Reiss,1971:28). Reiss bekerja dalam perkembangan cabang pragmatis linguistik dan dia membuat tipe berdasarkan fungsi bahasa dalam teks, dan penggunaan pekerjaan ini diselesaikan oleh Karl Buhler en Sprachtheorie (1965). Dia membagi bahasa dalam pertanyaan ke dalam penyajiannya, ekspresi dan fungsi paralel. Ketika dia membolehkan bahwa teks tunggal jarang diperlihatkan fungsinya, tapi agak bermacam-macam bentuk campuran, dia menyarankan bahwa pencampuran bentuk satu fungsi adalah dominan (Reiss, 1971:32). Dia kemudian menilai teks ke dalam teks inhaltsgetonte (penekanan dari bahasa) dan teks Appellbetonte (pendekatan ke pembaca).
Pekerjaan Reiss memuncak dalam kerjasama dengan penerbit ‘grundlegungeiner allgemeinen Tronelahon Sthori’, ditulis secara bersama-sama dengan Hans J Vermeer tahun 1984. Tanpa pandangan jni terjemahan tidak akan sempurna seperti tujuan. Reiss menyarankan bahwa penerjemah membutuhkan solusi optimal dalam keberadaan ondisi nyata, dan berpendapat bahwa menerima teks haruslah koheren, dan kekoherenan tergantung pada konsep penerjemah ‘Skopos’ (Reiss dan Vermeer, 1984:114). Hal ini terjadi karena adanya kekoherenan di antara teks sumber dan teks sasaran atau dinamakan koheren dalam teks. Pilihan benar atau salah diputuskan sesuai dengan keberadaan konsep keseluruhan. Konsep tradisional berdasarkan analisis akhirnya menyerukan; jika derivasi ini masih konsisten dengan konsep ‘skopos’ asli, maka hal ini dinamakan bijaksana dan dapat diterima dalam terjemahan yang baik dan merupakan standar pengembangan yang mana dia menetapkan teks yang berkualitas.
Model tersebut benar-benar direvisi terus menerus dan dikembangkan selanjutnya dalam ilmu lainnya dengan lebih baik. Perkembangan terbaru dalam perdebatan adalah ilmu terjemahan oleh Mary Snell Hornby, yaitu sebuah pendekatan integrasi (1988), didiskusikan secara luas di Eropa. Snell-Hornby menemukan bahwa pendekatan Reiss secara tipologi begitu kaku dan persepektif sehingga menyarankan pada sbuah prototipelogi yang lebih fleksibel. Gesalt dengan system yang agak dikaburkan. Dia menawarkan tingkatan yang sangat kompleks dengan mengalihkan ke vertical dan hozontal, proses dari level general (makro level) ke level khusus (mikro level) (Snell-Hornby, 1988). Pemanggilan ulang Wilss pada Lenneberg/Chomsky, Snell-Hornby berdasarkan klaimnya mungkin dinamakan Rosch/dasar Berlin. Teori Rosch yang mempengaruhi semantik Amerika Serikat, berdasarkan bukti yang tidak jelas, kategori teori klasik dan kategori natural, contohnya dalam bentuk prototipe, mempunyai benih keras dan agak kabur (Rosch, 1973, qtd. Oleh Snell-Hornby, 1988:27)
Snell-Hornby dalam mencapai pendekatan integrasi untuk ilmu terjemahan dapat dimengerti. Ironisnya, masalah dalam ilmu terjemahan, mereka berhubungan langsung dengan dasar dalam mengajar penerjemah atau mengevaluasi terjemahan sehingga bisa menuju ke alamiah. Hal ini agak sulit karena masih berdasarkan pada tradisional baik atau buruknya dan terikat atau bebas. Steiner menyarankan bisa diganti oleh pendekatan struktur modern ke bahasa. Jika semua linguistik modern bisa beralih ke Chomsky, kami akan meninggalkan dasar teori Cartesian. Keberadaan ilmu terjemahan sedikit lebih luas, yaitu konsep diagma, idealisme Jerman, model pertama, atau bahasa umum, dan pendekatan tata bahasa atau permukaan selalu memposisikan bermacam-macam hipotetik yang lebih konsisten dan menyatu secara keseluruhan yang mana digunakan bersaing untuk para penerjemah dan proses kritik. Pendekatan ilmu pengetahuan semuanya cenderung berorientasi pada alamiah, setuju bahwa tata bahasa dalam bahasa asli berisi informasi penting yang bisa mengkode bahasa lainnya, penerjemah harus berhati-hati. Jauh dari ilmu pengetahuan, pendekatan ini cenderung berdasarkan kerohanian, konsep terjemahan menghasilkan yang asli. Seperti pendekatan dalam terjemahan yang memfokuskan pada bangsa, hal ini memiliki sudut pandang terjemahan bangsa sebagai peran kedua, hampir mirip dengan menyajikannya sebagai hasil tangan yang lebih tinggi, suatu kesenian yang lebih kreatif. Masalah terbesar adalah memfokuskan pada ilmu pengetahuan ini yang begitu dekat. Mereka terlihat dasar sekali mengenai lingkup non-variabel, contohnya kotak hitam pada pikiran manusia dan membuat pernyataan luas tidak hanya tentang terjemahan tetapi juga tentang bagaimana proses seharusnya terjadi. Hal apa yang lebih diutamakan Chomsky untuk menentang berlanjut dan tidak akan pernah berakhir.
Sekelompok yang memiliki pendekatan normatif dan perspektif adalah sekelompok pelajar di Belgia dan Belanda. Mereka tidak merujuk pada linguistik modern yang mengkomplekkan pada terminilogi dan diagram. Sebagai pengganti lebih lanjut dalam berspekulasi mengenai proses mental dan struktur dalam, mereka harus memutuskan untuk melihat kenyataan, contohnya mereka memulai analisis teks asli pada target budaya yang dinamakan terjemahan kelompok budaya khusus. Tujuan mereka, lebih dari dua dekade yang lalu, telah menetapkan sesuatu yang baru, kurang dari perkiraan perspektif untuk belajar mengganti fokus belajar dari ide hipotetik terjemahan ke teks aktual, tetapi tidak alamiah, yang mana fungsi terjemahan diberikan dalam masyarakat. Walaupun ilmu terjemahan dan teori polisitem dikembangkan sebagian dalam dua bagian yang berbeda di dunia, keduannya mempunyai hubungan yang searah. Sehingga dua bab berikutnya akan mengevaluasi ilmu terjemahan dari format yang lebih awal dalam setahun pada bab empat, dan melalui penggabungan teori polisistem di bab lima. (Arafah)

0 comments

Post a Comment

Torch Stories

Chat Here


ShoutMix chat widget

Recent Posts

Video Today

Photo Gallery