Torch Today

MUKKADIMAH

Posted by admin Saturday, June 5, 2010

Bismillahirrahmanirrahim

Katakanlah (wahai Muhammad): “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju satu kalimat (pegangan) yang sama, antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan Nya dengan sesuatu pun, dan kita tidak menjadikan satu satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka); “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim” (Al Quran, surat Al Imran ayat 64)
Apa sebetulnya keuntungan yang diperoleh oleh semua pemeluk agama Yahudi, Kristen, dan Islam? Ketiga agama ini adalah agama samawi terakhir yang percaya akan keesaan tuhan. Ketiganya pula adalah agama terbesar di dunia dengan jumlah penganut, tradisi, dan budaya serta peradabannya yang fantastis. Jika kita mau sedikit belajar, ada begitu banyak keuntungan yang diperoleh.
Salah satunya atau mungkin yang paling utama adalah keuntungan dapat saling mengenal dengan baik. Mengapa tidak, karena ketiga agama ini memiliki hubungan keterikatan historis yang sangat kuat. Sejarah memang guru yang terbaik untuk belajar dan mengenal diri sendiri. Keterikatan historis ini begitu kental, dengan corak dan warna yang berbeda pada setiap masanya, bahkan dalam masa yang paling gelap sekalipun. Setiap dari agama ini pernah merasakan benturan sejarah yang kelam satu sama lain. Lalu apa yang menyebabkan ketiganya istimewa?
Agama Yahudi atau Judaisme, Kristen dan Islam sering disebut sebagai agama Abrahamik. Abraham atau Ibrahim adalah seorang tokoh yang paling dikenal oleh setiap pemeluk agama monoteisme di atas. Semua memuliakannya dan menganggapnya sebagai Bapak dari para nabi. Orang Yahudi, Kristen dan Muslim percaya bahwa mereka telah mengikuti ajaran nabi Ibrahim. Beliau dikenal sebagai sosok yang paling religius dan monoteis pertama yang secara terang-terangan menyeru manusia akan keesaan Tuhan. Beliau memperkenalkan kepada manusia Allah, Elah, Eloh, Eli, El, atau sebutan lainnya sebagai Sang Pencipta, Tuhan yang Maha Esa. Ajarannya yang sederhana namun begitu mengejutkan masyarakatnya pada masa itu terus hidup. Nabi Ibrahim telah melahirkan keturunan dan generasi yang diberkati oleh Tuhan menjadi para nabi yang bertugas membimbing umat manusia agar tidak tersesat. Tapi kemudian dari sinilah masalah dan perselisihan timbul. Setiap agama monoteis mengklaim bahwa Ibrahim termasuk golongan mereka. Perselisihan ini kelak menyeret mereka pada perbedaan tentang konsep ketuhanan yang dibawa nabi Ibrahim dan versi sejarah nabi Ibrahim itu sendiri.
Perseteruan ini terus menyebabkan jurang perbedaan yang besar. Bahkan ketika Islam lahir, agama monoteis yang paling muda, nabi Muhammad, panutan seluruh umat muslim mendeklarasikan agamanya dengan menegaskan bahwa Islam mengikuti ajaran (millah) Ibrahim yang asli dan serta merta melepaskan diri dari pengaruh dua agama monoteis sebelumnya. Islam, meski tetap memuliakan Ibrahim sudah menjadi agama yang mandiri dan independen. Hal ini ditandai salah satunya dengan berubahnya arah kiblat umat Islam dari Jerusalem ke Mekkah.
Tapi inilah yang namanya sebuah ironi. Nilai kebersamaan yang ada (sama-sama memuliakan Ibrahim) di ketiga agama monoteis tidak mampu menyatukan mereka. Nabi Ibrahim memang telah melahirkan generasi yang luar biasa, yang dari kedua anaknya, Ismail (Ishmael) dan Ishak (Issac), melahirkan bangsa Arab dan Yahudi. Lalu dari garis keturunannya lahir pula Musa, Yesus, dan Muhammad yang mana dari mereka bertiga berdirilah agama Judaisme, Kristen dan Islam yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dari sinilah timbul pengakuan, penolakan dan bahkan pertumpahan darah. Bagaimana tidak, ketika cara pandang setiap umat Yahudi, Kristen dan Muslim terhadap ajaran nabi Ibrahim berbeda, maka akan berbeda pula cara pandang mereka tentang konsep ketuhanan yang dibawa olehnya. Lihat saja, umat Yahudi, yang memiliki kitab suci Taurat dan Talmud dan menganggap Musa sebagai nabi terbesar mereka, menganut konsep ketuhanan yang inklusif serta chauvinis dan menolak kehadiran Yesus sebagai Messiah dan Muhammad sebagai nabi terakhir; Umat Kristen, yang memiliki kitab suci Injil (Old&New Testaments) masih menganggap Musa sebagai nabi dan Yesus sebagai penyelamat, namun menganut konsep ketuhanan trinitas dan menganggap Muhammad sebagai nabi palsu. Umat Muslim, yang memiliki kitab suci Al Qur’an, menganut konsep ketuhanaan yang tunggal, memuliakan Musa dan Yesus sebagai nabi dan manusia biasa serta menolak sudut pandang umat Yahudi dan Kristen yang berkaitan dengan kedua tokoh tersebut.
Perselisihan ini seakan tidak akan pernah selesai sampai kiamat. Baik umat Yahudi, Kristen, mau pun Muslim mengaku sebagai pewaris ajaran Ibrahim dan semuanya berlomba untuk meyakinkan bahwa Bapak para nabi itu termasuk golongan mereka. Tapi apabila saya, seorang muslim, ditanya, apakah Ibrahim seorang Yahudi, Kristen, atau Muslim, maka saya akan mengikuti apa yang dulu pernah dihadapi oleh nabi Muhammad 14 abad yang lalu. Muhammad pernah dihadapkan dengan pertanyaan yang sama. Saat itu orang Yahudi dan Kristen patut membanggakan agamanya karena pengalaman sejarah agama mereka lebih unggul dari umat Muslim yang baru berumur sekuncup daun. Kristen lahir bahkan 600 tahun sebelumnya. Agama Yahudi apalagi, dia adalah agama yang paling tua di antara ketiga agama monoteis. Lalu bagaimana mungkin Muhammad bisa begitu lancang berbicara tentang Ibrahim dan membacakan ayat-ayat tentangnya, padahal Muhammad adalah seorang manusia yang tinggal di dunia terbelakang saat itu, jauh dari peradaban? Para pemuka Yahudi dan Kristen merasa heran ketika kisah Ibrahim yang dibacakan Muhammad sedikit berbeda dengan versi mereka. Apakah Muhammad seorang pembohong besar, pengarang ulung, atau penjiplak kitab Injil? Pertanyaan di atas kembali bergulir. Namun Beliau tidak langsung menjawab. Mengapa, apakah Muhammad bodoh? Tentu tidak, tapi Beliau lebih suka menunggu jawaban dari Yang Maha Tahu, yang selama ini telah mewahyukan diri Nya dan mengangkat Muhammad sebagai nabi terakhir. Lalu apa jawabannya? Tak lama turunlah wahyu dan menyuruh Muhammad membacakannya dengan jelas di hadapan para pemuka Yahudi dan Kristen;

Wahai Ahli Kitab, mengapa kamu berbantah-bantah tentang Ibrahim, padahal Taurat dan Injil diturunkan setelah dia (Ibrahim)? Apakah kamu tidak mengerti? (Al Qur’an, surat Al Imran ayat 65)

Kita pasti setuju jika melihat ayat di atas - terlepas dari pandangan si pembaca yang beragama Yahudi atau Kristen - bahwa akar sejarah ketiga agama monoteis ini berasal dari satu tokoh yang sama, yaitu nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim dan ajarannya tentang keesaan Tuhan diibaratkan bagai satu stasiun yang sama; semua pengikut agama monoteis berangkat dari stasiun tersebut, namun semuanya berada di atas rel yang masing-masing berbeda. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah rel manakah yang benar-benar mengantar mereka ke stasiun akhir yang dituju?
Agama memang sesuatu yang abstrak, dan kebenaran yang sejati bersifat relatif. Tapi menurut saya tidak demikian. Kebenaran tetap harus diungkapkan meski pahit, namun cara yang ditempuh harus dengan cara yang paling baik pula. Analogi hubungan ketiga agama monoteis di atas seakan menanamkan pada pikiran kita bahwa semua agama itu sama. Tapi saya tidak percaya itu. Saya hanya percaya semua agama itu baik, tapi tidak pernah selamanya sama. Tapi apakah ketidaksamaan ini menjadi alasan bagi setiap pemeluk agama monoteis untuk saling memaksakan ajarannya? Saya rasa setiap agama telah mempunyai pegangan yang kuat. Mereka telah diberi kitab suci. Karena itu mengapa umat Yahudi dan Kristen disebut sebagai ahli kitab, artinya orang yang mempunyai kitab. Ini adalah gelar kehormatan bagi mereka. Dan saya sebagai muslim akan tetap menganggap saudara saya yang Yahudi dan Kristen sebagai saudara tua. Mereka telah diberi wahyu sebelumnya - terlepas dari keimanan saya sebagai muslim.
Jika masing-masing dari mereka mau sedikit belajar agama mereka dengan penuh kesadaran dan objektif, setiap dari kita tidak akan pernah punya niat untuk memaksakan agama kita. Mengapa? Apakah menyebarkan agama itu suatu hal yang hina? Jika dengan cara yang hina juga, maka penyebaran itu akan menjadi sesuatu yang tetap hina. Bangsa Yahudi sudah tentu tidak semua menghendaki bangsa selain mereka menganut kepercayaan Judaisme. Tapi Kristen dan Islam memiliki kewajiban untuk menyebarkan rahmat Tuhan dan berbagi dengan kenikmatan ajaran agamanya. Tentu dengan tradisi, konsep, aturan dan pelaksanaan yang berbeda. Kristen mengenal istilah ‘Misi Kristen’ yang lebih bersifat eksternal, sedangkan Islam mengenal istilah ‘Dakwah’ yang bersifat internal dan eksternal. Apakah keduanya sah? Tentu saja, dengan cara yang paling baik. Tanpa kekerasan.
Setiap orang muslim diajarkan bahwa tidak semua orang Yahudi dan Kristen itu membenci Islam. Ada sebagian dari mereka yang saleh dan baik. Ayat-ayat Qur’an sering tidak menjustifikasi secara mutlak kepada semua orang Yahudi dan Kristen. Di antara mereka ada yang baik, bersahabat, dan tidak menunjukkan permusuhan, meski jumlahnya sedikit. Dari jumlah yang sedikit inilah setiap Muslim wajib menghormati dan bergaul dengan baik. Kebenaran pun dapat disampaikan dengan baik, begitu pula ketika seorang Yahudi dan Kristen melakukan hal yang sama. Setiap Muslim wajib menaati perintah Tuhannya ketika ia ingin berdakwah kepada teman-temannya yang non-muslim, cara yang diperintahkan Tuhannya adalah:

Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pembelajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan Nya dan Dia lah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (Al Qur’an, surat An Nahl ayat 125)

Tapi setelah itu, seorang muslim tidak punya hak melakukan hal yang lebih jauh. Tugasnya hanya menyampaikan. Tidak lebih. Ada pun apakah temannya yang berbeda agama tersebut menerimanya atau tidak, dan selama mereka tidak menunjukkan permusuhan, mereka tetap harus dihormati. Adalah hak mereka untuk menolaknya. Seorang muslim tidak dibenarkan memaksakan agamanya. Apabila cara ini tidak cukup, maka berlakulah bagi setiap penganut agama monoteisme untuk melaksanakan toleransi beragama. Seorang Muslim sangat paham betul dengan ayat yang berkenaan dengan toleransi beragama di bawah ini;

Untukmu agamamu, untukku agamaku. (Al Qur’an, surat Al Kafiruun ayat 6)

Tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam. Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al Qur’an, surat Al Baqarah ayat 256)

Kita pasti setuju jika tata cara di atas dilakukan oleh setiap penganut agama monoteis, maka konflik agama akan jauh dari kenyataan. Betapa tidak, jika kita mau sedikit belajar - seperti saya bilang, bahkan jika perlu dengan sedikit keberanian - ada titik-titik kebersamaan di antara ketiganya yang akan menanamkan pada diri kita bahwa pemaksaan agama secara paksa tidak akan ada gunanya. Saya percaya semua agama monoteis mengusung nilai sosial yang baik. Dalam hal ini semua agama sepakat. Dalam hal zina misalnya, baik umat Yahudi Kristen dan Islam melarangnya dengan tegas. Bahkan jika kita ingin merunut pada ajaran Nabi Ibrahim tentang keesaan Tuhan, semua kitab suci agama monoteis menuliskannya secara jelas;

Janganlah kamu menyembah kepada selain Allah. Janganlah kamu menyembah berhala. (ringkasan Kitab Ulangan fasal 20 dari ayat 1-17)

Maka datanglah seorang ahli Taurat, setelah didengarnya bagaimana mereka itu berbalah-balah sedang diketahuinya, bahwa Yesus sudah memberi jawab yang baik, lalu ia pula menyoal dia, katanya; hukum yang manakah yang dikatakan yang terutama sekali? Maka jawab Yesus kepadanya; hukum yang terutama inilah; “Dengarlah olehmu, hai Israil, adapun Allah, Tuhan kita, ialah Tuhan yang Esa” (Injil Markus fasal 12 ayat 28-29)

Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada yang setara dengan Dia. (Al Qur’an surat Al Ikhlas ayat 1-4)

Jelaslah, jika kita melihat dari sudut pandang yang satu ini, tidak ada yang dapat kita harapkan dalam hidup ini selain ingin menciptakan hidup rukun beragama. Dengan demikian, kita akan mampu menghargai agama orang lain dengan lebih baik. Mengapa saya bisa berkata demikian? Apakah saya tidak takut dianggap pendukung gagasan agama pluralis. Tidak. Sama sekali tidak. Saya mungkin termasuk orang yang ortodok dalam beberapa hal. Fanatisme dan pluralisme sama-sama menyesatkan dan menyengsarakan. Dalam batasan tertentu, seseorang yang berlainan agama tidak bisa menyatu. Begitu pula dalam hal tertentu, fanatisme kadang diperlukan, kadang pula tidak terlalu diperlukan.
Betapa tidak, pertikaian antar ketiga agama monoteis ini adalah pertempuran yang paling sengit dan berdarah-darah. Jumlah orang awam dan yang fanatis di Islam sama banyaknya dengan jumlah yang ada di dunia Yahudi dan Kristen. Kita hanya perlu memastikan, bahwa ketika seseorang mengatasnamakan agamanya lalu melakukan kekerasan yang merugikan tidak hanya umat lain, tetapi umat dari golongannya sendiri, maka ia tidak sepenuhnya mewakili seluruh ajaran agamanya yang benar. Tanpa alasan yang bisa dibenarkan oleh akal sehat, aksi kekerasan seperti terorisme sangat dikutuk. Terorisme dapat berbentuk apa pun dan dapat dilihat dari sudut pandang mana pun. Tapi ingatlah di setiap agama monoteis, selalu ada teroris yang merasa dirinya terjustifikasi oleh apa yang dia pahami. Ada banyak teroris Yahudi, teroris Kristen, dan teroris Islam. Kejadian WTC yang menggemparkan di dunia modern saat ini sebenarnya bukanlah hal yang baru. Semua agama monoteisme pernah mengalami sejarah hitamnya yang tidak patut diceritakan. Perlukah contoh? Sebut saja bagaimana dulu bangsa Yahudi membantai bangsa Kanaan ketika mereka meramalkan wasiat nabi Musa. Mereka kemudian melakukannya lagi dengan menindas umat Kristen dan Muslim Arab ketika negara Israel berdiri tahun 1948; bagaimana dulu bangsa Kristen Eropa tidak menyisakan satu pun penduduk Jerusalem yang Yahudi dan Muslim ketika mereka memenangkan Perang Salib I. Mereka pun kemudian melakukan inkuisisi yang kejam kepada dua umat agama monoteis lainnya ketika Spanyol ditaklukkan oleh raja Ferdinand dan ratu Isabella yang Katolik pada tahun 1492; bagaimana pula dulu pemerintahan Muslim Turki Utsmani menyiksa penduduk Armenia yang Kristen ketika Armenia ingin melepaskan diri pada tahun 1878.
Saya tidak malu mengatakan hal itu, jika memang faktanya terjadi seperti itu. Tugas saya berikutnya adalah saya akan menunjukkan diri saya sebagai Muslim yang baik, dengan pemahaman yang mendalam dan tentu saja mampu memberikan toleransi yang tinggi selama tidak ada batasan-batasan sensitif yang dilanggar. Saya harus menunjukkan kapan Islam harus bersikap keras dan kapan harus berlemah lembut
Agaknya semua pelajaran yang didapat dari usaha sedikit kita dalam menyelami agama kita masing-masing adalah kembali kepada sosok nabi ibrahim sendiri. Dan hanya kepada Tuhan sajalah kita patut bersyukur atas apa yang telah diberikanNya kepada kita. Hanya Dia yang telah memberi hidayah dan petunjuk yang tak ternilai. Hanya kepada Nya lah kita berdoa, memohon pertolongan dan meminta pengharapan. Di sisi Nya lah semua kebaikan dan pahala yang tidak akan terputus selama kita menaati dan menyembah kepada Nya. Saya sebagai Muslim tentu hanya mengucapkan Alhamdulillah kepada Allah swt yang telah menjadikan hidup ini penuh dengan warna. (Arafah)

0 comments

Post a Comment

Torch Stories

Chat Here


ShoutMix chat widget

Recent Posts

Video Today

Photo Gallery