Torch Today

Metode Mengajar dan Menjelaskan yang baik

Posted by admin Saturday, June 5, 2010

Sesuatu yang berhubungan dengan pengajaran masih memakai bentuk pertunjukkan solo. Ketika sedang mengajar, menjelaskan, menunjukkan hubungan, memberikan contoh, atau mengkoreksi kesalahan, guru/pengajar sering mengadakan monolog. Dari satu siswa hingga ke ratusan mungkin hadir untuk melihat dan mendengarkan Anda selama 30 detik sampai 60 menit. Apakah secara mental Anda siap mendapatkan perhatian dari siswa Anda? Apakah Anda dipersiapkan untuk memberi instruksi kepada mereka sebaik mungkin? Apakah Anda tahu bagaimana membangun hubungan dengan mereka? Apakah Anda dapat memotivasi mereka untuk memperhatikan apa yang Anda katakan? Apakah Anda dapat mengorganisasi pemikiran Anda secara koheren, dan Anda harus membaginya dengan siswa Anda? Apakah Anda mampu menyimpulkan pertunjukkan solo Anda sehingga kepuasan belajar siswa yang tinggi dapat muncul? Bab ini akan membantu Anda mengatasi masalah-masalah di atas.

Sekarang Anda akan belajar tentang memberi kuliah (relatif lama, tanpa adanya interupsi, pengajaran formal yang digunakan oleh dosen universitas) dan memberi penjelasan (relatif merupakan pengajaran yang lebih singkat, katakanlah selama 30 detik sampai 5 menit, dilakukan di kelas-kelas yang lebih kecil, atau di bawah tingkat perkuliahan. Sekarang kita beralih pada tujuan dari metode mengajar, persiapan dosen/guru/pengajar, dan cara bagaimana ia harus memberikan perkenalan, inti pengajaran, sampai dapat menarik kesimpulan darinya.

Tujuan dalam metode mengajar.
Samuel Johnson, tokoh penulis Inggris yang terkenal, telah dikutip pernyataannya pada tahun 1799 oleh penulis biografinya, James Boswell, yang mengatakan “Mengajar hanya sekali saja berguna; namun sekarang ketika kita semua bisa membaca, dan banyaknya buku-buku, pengajaran menjadi tidak diperlukan. Jika Anda gagal memperhatikan, dan melewatkan salah satu bagian dari pengajaran; maka selama-lamanya akan hilang; Anda tidak bisa kembali seperti halnya Anda kembali membaca lembaran buku” (Boswell, 1953). Tujuan dari ini sudah sering dibuat.
McLeish (1968) mengevaluasi kritikan umum dan filosofis selama beberapa abad dengan mengomentari metode mengajar di universitas. Pengajaran dikritik sebagai anakhronisme (penempatan kejadian pada waktu yang salah – penj) karena adanya penemuan mesin cetak, membuat si pendengar menjadi pasif, dan membatasi mahasiswa/siswa untuk mencatat, malahan membawa mereka ke dalam hubungan yang lebih aktif dengan kurikulum-kurikulum mereka.
Namun mengajar pun juga dipertahankan sebagai sesuatu yang berharga dalam mensurvei seluruh bidang pengetahuan melalui media kepribadian yang hidup, dalam menghubungkan lembaga pengetahuan ini untuk mencapai tujuan hidup, dan dalam membangkitkan minat yang aktif yang menyebabkan pemahaman siswa. Banyak siswa tidak belajar secara efektif dengan membaca, dan dosen/guru/pengajar dapat memperkenalkan kepada mereka materi pengajarannya. Dosen dapat mengulang materi dalam bahasa yang berbeda ketika diperlukan, ketika buku-buku hanya menyediakan satu kata yang menjelaskan materi tersebut. Materi kompleks, khususnya materi-materi kuliah yang belum ditulis dalam buku teks, dapat dijelaskan secara efisien dalam pengajaran. Para dosen dapat memberi kompensasi bagi tersedianya buku-buku yang jumlahnya berlebihan pada beberapa bidang, namun di satu pihak, jumlahnya sangat kekurangan pada bidang yang lain. Para dosen dapat memberikan kerangka pemikiran, ikhtisar, dan kritikan yang tidak sama dengan yang ada pada buku teks yang ada. Mereka dapat memberikan kenyamanan aestetik dan komunikasi yang antusias kepada tingkat yang jauh lebih besar yang ada pada lembaran halaman buku, hanya dengan melihat dan mendengarkan sebuah drama mempunyai keuntungan selama sedang membacanya. Pengajaran dapat dipersiapkan lebih baik dan direncanakan secara lebih saksama daripada pernyataan dan penjelasan para siswa yang tidak dipersiapkan dalam sebuah diskusi (the Hale Committee, dikutip dalam McLeish, 1968, p.33).
Maka, mungkin sulit untuk mengatakan sesuatu yang baru pada/yang berlawanan dengan metode pengajaran. Satu pertanyaan yang menarik adalah, mengapa metode mengajar dipertahankan meskipun ada banyak kelemahannya yang terbukti selama berabad-abad? Jawabannya mungkin dapat ditemukan pada faktor administrasi, ketimbang pada faktor pengajar dan pengajarannya. Pertama, metode pengajaran sangat murah karena rasio mahasiswa dan dosennya dapat membesar. Kedua, metode pengajaran sangat fleksibel karena dapat beradaptasi dengan cepat, dari pandangan sekilas, kepada mahasiswa tertentu, terhadap subjek materi, batas waktu, dan perlengkapan sarana. Metode pengajaran dapat juga diadaptasi dengan jadwal mengajar ke tingkat yang mana materi pengajaran yang sudah dicetak dan disusun tidak membolehkannya. Para guru/pengajar tidak selalu dapat merencanakan sesuatu yang cukup untuk membuat materi-materi pengajaran mengalir dalam sebuah mesin fotokopi. Kadang-kadang sesuatu yang tidak efisien, yang terlalu manusiawi mencegah guru/pengajar menuangkan ide-idenya dari berbagai sumber dan dalam bentuk tak tertulis ke dalam kertas lalu mencetaknya, yang kita harapkan ada. Tidak ada satu pun metode pengajaran yang dapat dengan mudah beradaptasi akan menghilang karena adanya metode-metode yang memerlukan perencanaan yang lebih matang dan dapat diterapkan hanya kepada kelompok tertentu, subjek materi, interval waktu, atau sarana perlengkapan (yaitu proyektor, buku, radio, TV, atau komputer).
Lebih jauh, metode pengajaran memberikan kepada guru/pengajar dan siswa jenis dukungan yang tidak ada pada prosedur pendidikan lain. Karena hal-hal lainnya yang setara, guru/pengajar mendapatkan perhatian dari siswanya jika mereka mengajar dengan sangat efektif. Pertahanan metode mengajar berikut yang ditulis oleh seorang professor ahli seni mencerminkan dukungan dari pengajar:

Saya menikmati metode mengajar. Itu adalah cara yang paling dramatis dalam menunjukkan kepada sejumlah siswa yang banyak sebuah pemfilteran yang kritis terhadap gagasan dan informasi pada sebuah subjek materi dengan waktu yang sangat singkat. Semakin besar kelasnya, maka semakin baiklah saya mengajar secara intelekual. Hal apa lagi dalam mengajar yang dapat dibagikan oleh Anda dengan begitu banyaknya waktu untuk menyimak karya-karya seni yang disukai? Anda berada pada sebuah panggung yang di depannya menayangkan seluruh sejarah seni yan diproyeksikan. Anda dapat menjadi penjelajah kesenian Afrika, atau penerjemah manuskrip Yunani, seorang jubir pembangun katedral, seorang advokat untuk Leonardo, seorang ahli teori politik untuk arsitek kerajaan, seorang analis dari lukisan Picasso dan filosof Sung. Tidak ada subjek lain yang menarik secara visual dalam kelas, dan ini apa yang terus membuat saya beralih dari satu pengajaran ke pengajaran lainnya, selama bertahun-tahun. Dengan adanya dukungan langsung seperti itu, maka jika ia tahu garis jalannya, maka siapa yang ingin membuat pertunjukkan di depan khalayak hadirin yang luas? (Elsen, 1969, p.21).

Akhirnya, para siswa dapat didukung oleh kehangatan, rasa humor, drama, intensitas, logika, antusiasme, dan perhatian – yang tidak mengatakan apa-apa tentang pengetahuan dan pemahaman – yang mana dosen yang efektif memberkati mereka. Siswa-siswa dalam gedung pengajaran mungkin dapat memperoleh rasa aman dengan merasa dijamin bahwa kehadiran mereka dan perhatian mereka sudah sesuai dan layak. Yaitu situasi pengajaran dapat memberitahukan pada siswa bahwa mereka sedang melakukan hal yang benar pada waktu yang tepat dengan menjadi dosen, memberikan perhatian, mungkin dengan mencatat, dan merespon adanya kebosanan dan kejenuhan, dengan cara yang sama banyak siswa lainnya merespon hal tersebut. Keefektifan dari metode mengajar sering diukur dengan sejauh mana siswa belajar dalam bentuk pemahaman dan pengetahuan subjek materi kuliah. Namun situasi mengajar dapat juga memberikan dukungan sosial, kenyamanan aestetik, dan pengharapan emosional kepada properti seseorang – pengurangan rasa kesepian yang mendasar pada manusia. Hal ini juga menjadi hasil perhitungan bagi kapasitas metode mengajar.

Bukti empiris dalam keefektifan mengajar.
Meski semua kemungkinan di atas menguntungkan, namun metode pengajaran dapat tidak bermanfaat jika pengalaman dan penelitian telah mengindikasikan bahwa metode tersebut sepenuhnya tidak efektif. Namun bukti itu tidak ditindaklanjuti. Nilai-nilai eksperimen telah ditunjukkan.

Perbandingan mengajar dengan metode lain. Dalam eksperimen ini, siswa yang diajarkan oleh metode pengajaran telah dibandingkan, berdasarkan kelulusan mereka dalam ujian akhir, dengan siswa yang diajarkan dengan metode lain, khususnya metode diskusi. Penemuan secara umum menyatakan bahwa metode mengajar begitu efektif dibandingkan dengan metode lainnya. Dubin dan Taveggia (1968) mengevaluasi data (daripada sekedar menarik kesimpulan) terhadap hampir 100 penelitian selama 40 tahun. Mereka mendapatkan hasil dari 88 nilai perbandingan yang mandiri dalam ujian akhir siswa yang diajarkan dengan metode pengajaran dan diskusi, seperti yang dilaporkan dalam 36 penelitian eksperimen. Dari sini, 51% menggunakan metode mengajar, dan 49% dengan metode diskusi. Dubin dan Taveggia juga menguji nilai rata-rata dalam ujian akhir siswa yang diajarkan dengan dua metode ini sekaligus. Perbedaannya sangat dekat ke titik nol yang dapat diatributkan untuk berubah.
McKeachie dan Kulik (1975) mencoba pendekatan yang berbeda dalam menguji penelitian tersebut. Mereka membandingkan metode pengajaran dengan metode diskusi dalam tiga jenis criteria yang berbeda – “ujian faktual” sebuah ukuran untuk “ingatan dan pemikiran tingkat tinggi”, dan ukuran untuk “sikap dan motivasi”. Pada setiap penelitian yang dievaluasi, mereka mendapatkan hasil apakah metode pengajaran dan diskusi superior (dengan statistik yang signifikan, “ketidakadanya” peluang yang terabaikan). Seperti yang ada pada tabel 20-1, dalam 21 perbandingan pada “ujian faktual”, metode pengajaran ternyata superior dengan angka 12, hampir setara dengan metode diskusi dengan angka 4, dan inferior pada metode diskusi dengan angka 5. Pada 7 perbandingan dengan “ingatan dan pemikiran tingkat tinggi”, metode diskusi superior dengan semua angka 7. Pada 9 perbandingan terhadap “sikap dan motivasi”, metode diskusi superior dengan angka 7, sama dengan angka 1, dan inferior dengan angka 1.
Ada masalah metodologi dalam kebanyakan metode dari penelitian ini yang harus diperhatikan. Siswa yang tahu mereka akan menghadapi ujian akhir memberikan kompensasi terhadap metode yang tidak memadai, yang telah diajarkan kepada mereka, apakah itu dengan metode pengajaran atau diskusi. Kompensasi ini cenderung mengurangi perbedaan dampak dari metode pengajaran pada keberhasilan siswa. McLeish (1968, p.3) menyebutnya dengan dampak penyetaraan:
Sayangnya, para ahli eksperimen jarang memerhatikan kebutuhan untuk menghilangkan dampak dari membaca, mengevaluasi, dan penelitian pribadi lainnya yang dilakukan siswa dalam waktu interval antara sesi pengajaran dan sesi eksperimen yang digunakan sebagai kriteria perolehan. Konsekuensinya, hal ini jarang mendapatkan kesimpulan dari semua penelitian ini sebagaimana banyaknya variabel yang tidak terkontrol dan membingungkan.

Proses pemikiran dalam mengajar. Metode pengajaran biasanya dibandingkan dengan “produk”nya dalam bentuk wawasan, pemahaman, atau sikap di akhir pengajaran. Namun semua itu juga bisa dibandingkan dengan “proses pemikiran” siswa, sedangkan pengajaran sedang berlangsung. Kriteria seperti itu mempunyai keuntungan, yaitu kurang tercampurnya dengan pengaruh lain, seperti buku teks dan diskusi dengan siswa lain atau guru/pengajar di luar kelas. Bloom (1953) mengkaji proses pemikiran ini dengan menggunakan “metode simulasi ingatan”. Dia memainkan kembali sebuah tape yang merekam kegiatan kelas selama 24 jam setelah kelas bubar. Dia lalu mematikan tape tersebut pada “titik yang kritis” dan menyuruh siswa mengingat apa yang sedang mereka pikirkan pada saat diadakan diskusi kelas. Dalam pengajaran, 31 % pemikiran siswa tidak relevan dengan subjek; dalam diskusi kelas, persentase yang dapat dibandingkan sekitar 14 %. Karena penelitian lainnya menunjukkan bahwa relevansi pemikiran siswa secara substantif berkorelasi dengan keberhasilan dari hasil pengajaran, maka tampaknya hal ini menjadi fakta yang penting (Siegel, Capretta, Jones & Berkowitz, 1963).

Penggunaan yang sesuai dalam mengajar.
Apa yang dapat kita simpulkan tentang penggunaan yang sesuai dan yang tidak dalam metode pengajaran? Banyak penulis (McKeachie, 1967; Verner & Dickinson, 1967; Bligh, 1972; Costin, 1972; McLeish, 1976) telah menyimpulkan dari evaluasi mereka terhadap banyak penelitian yang menyatakan bahwa metode pengajaran cocok dilakukan ketika (a) tujuan dasarnya adalah untuk menyampaikan informasi, (b) materi-materinya tidak ada di sembarang tempat, (c) materi-materinya harus diorganisasi dan dihadirkan dengan cara tertentu pada kelompok yang spesifik, (d) jika perlu untuk membangkitkan minat siswa pada subjek materi, (e) materi-materi ini perlu diingat kembali dalam waktu yang singkat, (f) diperlukan untuk memberikan pengenalan pada bidang atau petunjuk untuk tugas-tugas pembelajaran yang harus dilakukan melalui beberapa metode pengajaran.
Para penulis ini juga berpendapat bahwa pengajaran tidak cocok ketika (a) tujuan selain pemberian informasi diutamakan, (b) ingatan jangka panjang diperlukan (c) materi-materinya rumit, detail, atau abstrak, (d) partisipasi siswa penting untuk mencapai tujuan, (e) tujuan kognitif yang lebih tinggi seperti analisis, sintesis, atau integrasi, diperlukan, atau (f) kecerdasan dan pengalaman pendidikan siswa berada pada rata-rata atau di bawah rata-rata.
Kesimpulan seperti ini mungkin dapat dipertahankan. Namun kita mendesak bahwa kesimpulan tersebut harus diperhitungkan dan dipertimbangkan pada beberapa faktor lainnya, termasuk faktor administrasi, sosial, dan faktor fleksibilitas yang disebutkan di awal bab. Metode pengajaran yang sering dikritik mungkin akan tetap ada. Ini dapat digunakan dengan cara seperti itu untuk membuat pendirian posisinya dalam pendidikan dapat diperlakukan dengan layak. Sekarang kita beralih pada cara bagaimana pengajaran itu ditingkatkan.

Persiapan mengajar
Berapa lama segmentasi yang tak dapat diinterupsi pada akhirnya akan menentukan jenis persiapan yang harus guru/pengajar lakukan. Untuk pengajaran yang agak lama dan bersifat formal, guru/pengajar harus mempersiapkan segala sesuatunya. Namun untuk memberikan penjelasan yang singkat, dan kurang formal, guru/pengajar tidak bisa bersiap-siap sama sekali, atau harus mempersiapkannya dengan cara yang berbeda. Guru/pengajar memberikan penjelasan yang relatif “sedang berjalan” dalam situasi yang tidak bisa diantisipasi. Guru/pengajar harus bersikap spontan dan penjelasannya tidak dipersiapkan terlebih dahulu. Kita akan beralih pada “persiapan” untuk memberikan penjelasan pada bab ini nanti (lihat hal.259-460). Untuk pengajaran yang lama, guru/pengajar harus memperhatikan tiga faktor:
1. Apakah akan ada media yang dipakai? Apakah film, TV, slides, tape recorder dapat membantu? Banyak bantuan pengajaran yang tersedia, dan biasanya bernilai untuk berusaha menguji katalog film dan tape agar dapat mengetahui apakah materi yang sesuai tersedia. Hal ini harus ditinjau ulang oleh guru/pengajar sebagai relevansi dan pengeluaran ongkos mereka.
2. Apakah saya merasa nyaman mengajar? Banyak orang mengalami ketakutan berbicara di depan umum. Ketakutan memberikan kuliah mengurangi kemampuan guru/pengajar/dosen untuk berkomunikasi (Clevinger, 1955; Ellis & Jones, 1974). Ketakutan berbicara dapat dikurangi (Elliott, 1970). Desentralisasi sistematik adalah satu teknik dengan keefektifannya yang teruji. Subjek belajar untuk santai, dan setelah mampu merasa santai, maka rangkaian peristiwa yang membuatnya cemas dihadirkan kepada subjek untuk dipikirkan. Setiap situasi yang mencemaskan dalam hierarki dianggap netral ketika subjek dapat tetap santai dalam situasi yang tergambarkan. Sistem desentralisasi terhadap situasi yang mencemaskan ini berhasil karena relaksasi dan kecemasan adalah hal yang tidak bisa disamakan. Latihan seperti itu dapat membuat si pembicara menghadapi pendengarnya tanpa rasa takut.
3. Apakah ada waktu yang dipersiapkan? Mengorganisasi pengajaran yang baik membutuhkan waktu untuk mengumpulkan informasi; menentukan penekanan, menyusun urutan gagasan, dan menciptakan contoh-contoh yang baru dan mudah. Pengajaran adalah versi berskala kecil dari bangunan kurikulum. Setiap pengajaran dapat terbagi ke dalam sesi perkenalan, inti, dan kesimpulan. Hal ini akan didiskusikan kemudian.

Perkenalan pengajaran
Pada sesi ini, kita akan menggambarkan beberapa fungsi perkenalan dan memberikan contoh bagaimana hal tersebut dapat dilakukan. Kemudian kita akan mengelaborasinya ke dalam teknik motivasi dan terorganisir yang dapat digunakan, khususnya dalam bagian perkenalan, namun juga dalam keseluruhan pengajaran sebagai topik baru yang diperkenalkan.
Perkenalan dapat digunakan untuk tujuan yang bervariasi; membangun hubungan guru/pengajar-siswa, meningkatkan perhatian siswa, menunjukkan isi yang esensi dan mempercepat kesadaran akan relevansi pengetahuan atau pengalaman ((Shutes, 1969). Meskipun dampak dari jenis perkenalan yang berbeda belum pernah dikaji (E. Thompson, 1960, p.65),, mengetahui jenis perkenalan ini dapat memberikan alternatif lain bagi guru/pengajar. Dala analisisnya terhadap pelajaran guru/pengajar, Shutes mengidentifikasi perbedaan fungsi yang dapat dihadirkan pada saat perkenalan.

Membangun hubungan guru/pengajar-siswa.
Fungsi perkenalan ini dihadirkan ketika guru/pengajar memperkenalkan dirinya, menanyakan nama siswanya, membuat percakapan pemanasan tentang suhu udara atau waktu dan hari, memberikan lelucon atau anekdot, atau mengatakan sesuatu tentang prosedur.

Mendapatkan perhatian siswa
Di sini kita menemukan bahasa guru/pengajar untuk mendapatkan perhatian, mempelajari suasana kelas sebanyak mungkin, mengatakan bahwa pelaksanaan tes akan mengikuti pelajaran yang ada, menggunakan bantuan visual (kapur tulis, artifak, dll), memberikan peran tertentu pada siswa, atau bertanya. Guru/pengajar berusaha menggali minat para siswa untuk mendapatkan perhatian mereka. Di sini ada beberapa teknik dan pendekatan untuk mendapatkan perhatian siswa.

Membuat asumsi yang logis terhadap minat siswa. Minat apa yang sudah dimiliki oleh para siswa? Jika siswa menginginkan nilai yang bagus, maka guru/pengajar dapat membuat mereka melihatnya seperti membantu mendapatkan nilai yang bagus. Pelajaran pertama dan kedua harus berhubungan dengan materi yang akan diujikan kepada siswa.
Pemikiran utama di sini mempunyai relevansi dengan tujuan siswa – apakah tujuan untuk mengatasi masalah intelektual, nilai yang bagus, sukses dalam karier, kepuasan dari rasa penasaran, mampu menolong orang lain, atau kesempatan mempunyai penghasilan yang lebih besar. Pengajaran yang relevan dengan motif siswa menjadi motivasi buat diri mereka sendiri. Untuk mendapatkan relevansi, guru/pengajar harus menyadari bahwa minat siswa sangat bervariasi berdasarkan pada banyak faktor:
 Usia siswa, jenis kelamin, status sosio-ekonomi, tingkat kemampuan, pengalaman pendidikan sebelumnya dan kesukesan, ras, kebangsaan, agama, dll.
 Waktu yang mereka miliki.
 Kesempatan dalam situasi dan kondisi hidup.
 Peristiwa di luar dunia seni, politik, dan sains.
 Perkembangan siswa (contohnya, remaja menjadi lebih tertarik pada lawan jenis dan dunia kerja, mahasiswa lebih memperhatikan kepentingan kerja).
Faktor-faktor ini harus diperhitungkan dalam subjek pengajaran – apakah itu subjek untuk Hamlet, isotopis, nilai-nilai yang tak penting, atau lepidoptera. Sebagaimana yang kita catat pada bab 19 tentang motivasi, pilihan kata, contoh, analogi dan bukti pendukung Anda harus ditarik dari bidang yang menyentuh minat siswa.

Memberikan motivasi. Mengatakan kepada siswa pemikiran-pemikiran tertentu di atas sangatlah penting, bahwa pertanyaan dalam ujian akan diujikan pada topik tertentu, atau mengatakan bahwa pemikiran-pemikiran dan teknik tersebut sangatlah sulit – semuanya memberikan petunjuk dalam motivasi belajar. Hovland, Lumsdaine, dan Sheffield (1949) menunjukkan bahwa siswa yang diberitahu terlebih dahulu bahwa mereka akan diuji tentang isi film cenderung menjadikan mereka akan belajar lebih banyak.
Allison dan Ash (1951) menunjukkan bawha pembelajaran dapat ditingkatkan dengan mengatakan pada siswa bahwa materi-materi dalam film itu penting dan sulit. Ini mungkin lebih baik diberitahukan pada siswa, apakah dalam pengajaran atau dalam situasi mengajar lainnya, yang mana sebuah topik atau permasalahan dianggap sulit namun dapat dipahami atau dapat dipecahkan daripada mengatakan kedua hal tersebut mudah. Kemudian jika siswa berhasil memahami topik dan menyelesaikan masalah, maka dukungan dirinya menjadi lebih besar, dan jika ia gagal, maka penghukuman dirinya atau harga dirinya berkurang. Namun jika siswa berhasil setelah diberitahu bahwa topik atau masalah ini mudah, maka dukungan dirinya berkurang, dan jika ia gagal, maka rasa kehilangan harga dirinya bertambah. Dengan analisis ini, maka kita menyimpulkan bahwa adalah lebih baik untuk memberitahukan kepada siswa bahwa topik atau masalah tertentu itu sulit, tapi dapat dimengerti.

Menunjukkan esensi dari isi pengajaran
Di sini guru/pengajar mengumumkan topik sebagai sebuah judul (“Materi kita hari ini adalah bimetalik standar”), membuat pernyataan tentang topik (“Pelajaran ini berbicara tentang beberapa jenis uang yang telah kita gunakan sepanjang sejarah negeri kita”), mengumumkan topik sebagai generalisasi (“Dalam pelajaran kali ini, kalian akan melihat bahwa situasi yang berbeda memaksa negeri kita menggunakan jenis uang yang bervariasi”), meringkas pikiran utama (setidaknya dua dari empat) pelajaran, atau mendefinisikan dan bertanya pada siswa untuk mengartikan istilah yang berhubungan dengan topik dalam pelajaran. Spesifikasi dari tujuan pengajaran ini masuk ke dalam kategori ini (“Pada akhir pelajaran, kalian harus mampu menyebutkan lima kasus tentang Perang Sipil, selain kasus perbudakan”).
Dalam dua studi, Belgard, Rosenshine, dan Gage (1971) menemukan korelasi .50 dan .39, antara nilai siswa pada “tujuan yang jelas” dalam pelajaran dan ukuran keberhasilan siswa. Beruntung, Gage dan Shutes (1966) menemukan korelasi .26 antara nilai dari “tujuan yang jelas” dengan ukuran keberhasilan siswa. Kedua studi di atas menggunakan instrumen nilai yang mana nilai yang tinggi dalam “tujuan yang jelas” berarti bahwa para guru/pengajar dianggap membuat tujuan pelajaran yang eksplisit dari apa yang sedang mereka ajarkan.

Organisator yang maju. Mengatakan kepada siswa lebih lanjut tentang cara bagaimana guru/pengajar diorganisir akan meningkatkan pemahaman dan kemampuan untuk mengingat dan menerapkan apa yang mereka dengar. Ausubel (1968) menerapkan istilah organisator yang maju kepada materi perkenalan tersebut (lihat bab 14). Keefektifan dari organisator yang maju dalam pengajaran tidak konsisten (Barnes & Clawson, 1975; Hartley & Davies, 1976). Pada beberapa lembaga, tidak ada dampak yang bermanfaat yang dapat ditemukan. Mungkin ketidakkonsistensian ini muncul karena banyaknya perbedaan pendekatan yang dapat diambil untuk mendirikan organisator. Banyak dari perbedaan pengaturan pra-instruksi ini telah ditemukan merupakan bantuan yang efektif dalam belajar (Frase, 1969; Merrill & Stolurow, 1966). Namun karakteristik yang pasti dari organisator yang maju ini belum didefinisikan dengan jelas. Dari tulisan Ausubel, hal ini muncul bahwa seorang organisatir/pengatur dapat mengambil bentuk aturan organisasi berdasarkan pada inti gagasan yang tidak terorganisir. Atau dapat mengambil bentuk tingkat proporsi yang lebih tinggi. Aturan proporsi harus membantu pembelajaran dengan memberikan kepada siswa konsep yang menyampaikan dan menangkap gagasan baru. Dengan diberikannya konsep seperti itu, maka siswa lebih mampu mengklasifikasi, menyimpan, dan memperoleh kembali informasi yang telah ia dapatkan. Percepatan penyampaian ini mungkin sudah ada dalam tingkah laku siswa, dan materi pengaturan hanya dapat menggiring mereka untuk menggunakannya. Organisator seperti itu dapat membuat materi di luar kepala, kurangnya pengertian dan pengaturan yang jelas, menjadi bermakna, dapat diklasifikasi, dan mudah diingat.
Perhatikan bahwa prosedur ini mengimplikasikan pertentangan dalam memberikan satu rangkaian fakta kepada siswa lalu membiarkannya mengembangkan generalisasi dengan menggunakan analisis induktif. Padahal, penggunaan organisator yang maju dapat muncul berlawanan dengan gagasan mengajar yang menggunakan metode “penemuan” yang membutuhkan siswa merumuskan konsep atau prinsip dari data yang ada pada mereka. Namun, tanpa memberikan kesimpulan pada siswa, organisator ini masih dapat digunakan dalam belajar menemukan dan menolong siswa membentuk konsep serta kategori yang ia butuhkan untuk menafsirkan “penemuan”nya. Memberikan perancah idealis untuk menyesuaikan pengalaman ke dalam struktur yang belum ada adalah tujuan dari organisator. Hal ini tidak perlu mencampuri dengan proses penemuan. Untuk tujuan pengajaran tertentu, hal seperti membantu suswa mendapatkan konsep dan prinsip yang dapat memaami isi dari fakta atau gagasan yang diorganisir, maka organisator yang maju ini sangat membantu.

Kesadaran untuk menguji dan memajukan relevansi pengetahuan atau pengalaman. Di sini guru/pengajar bertanya tentang pengetahuan atau pengalaman siswa yang berhubungan dengan topik yang sedang diajarkan. Pertanyaannya dapat berbentuk ujian tertulis yang pendek, yang “menyiagakan” siswa apa yang penting (Hartley & Davies, 1976). Hasil tes dapat juga memberikan pada guru/pengajar gagasan tingkat pengetahuan tentang topik yang sudah dimiliki oleh siswa. Dus, informasi diperoleh yang dapat digunakan untuk memodifikasi pengajaran. Guru/pengajar juga harus bertanya secara lisan tentang topik tersebut, memberikan atau meminta contoh, mengingatkan pengetahuan siswa yang ada, bertanya untuk menunjukkan bagaimana pengetahuan awal siswa berhubungan dengan poin-poin yang digambarkan dalam contoh di perkenalan, atau secara eksplisit berhubungan dengan pengetahuan awal siswa terhadap topik pelajaran. Ausubel (1968, p.vi) menekankan pertanyaan ke dalam pengetahuan yang sudah mapan, menyatakan bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang sudah diketahui oleh oleh siswa dan bahwa guru/pengajar harus meyakinkan hal ini dan karenanya mengajar siswa. Dengan cara yang sama, Gagne (1970b, p.470) menyatakan bahwa faktor utama dalam belajar adalah pembelajaran awal dari “kemampuan bertanya”.

Ringkasan dalam mengulas esensi dari isi pelajaran. Shutes (1969) mampu melatih ahli kode untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi yang beraneka ini yang muncul dalam pelajaran 32 guru/pengajar yang diklasifikasi lebih efektif atau kurang efektif menggiring keberhasilan siswa. Dia menemukan bahwa “mengulas esensi dari isi pelajaran lebih sering muncul dalam pelajaran yang lebih efektif. Meskipun penemuan ini tidak secara resmi diakui, namun sudah cukup logis untuk digunakan sebagai panduan praktik.
Ini adalah sesuatu yang bernilai untuk mempertimbangkan daftar fungsi-fungsi ini dalam perkenalan. Jika Anda tidak mengetahui dengan baik siswa Anda, maka Anda harus memperhatikan “pembentukan hubungan antara guru/pengajar-siswa”. Jika siswa Anda harus lebih tertarik atau perhatian, maka Anda akan menggunakan perkenalan Anda untuk mengulas “esensi dari isi pelajaran”. Dan jika Anda berpikir siswa Anda tidak dapat melihat hubungan antara apa yang mereka sudah ketahui dan topik yang ada, maka Anda dapat menggunakan perkenalan untuk “memajukan kesadaran dalam relevansi pengetahuan dan pengalaman”.

Isi pengajaran
Setelah perkenalan – setelah fungsinya telah dipilih dan dilakukan, sarana motivasi sudah digunakan, dan organisator yang maju sudah dihadirkan – guru/pengajar sekarang berada pada isi pengajarannya. Kita akan memerhatikan bagian ini tentang pengulasan isi pengajaran, memberikan pengaturan yang logis, membuat eksplisit pengaturan tersebut dan mempertahankan perhatian.

Mengulas isi
Para guru/pengajar harus mengulas apa yang akan dipelajari. Namun aturan ini diterapkan hanya kepada guru/pengajar yang tidak dibantu dengan bacaan. Jika para siswa dapat isi buku teks atau yang lainnya, maka gagasannya akan menghilangkan beberapa dari kekuatannya. Shutes (1969) dan Rosenshine (1971b) dengan saksama menganalisis presentasi guru/pengajar yang sudah diberi isi materi yang sama yang berdasarkan pada presentasi mereka. Dalam penelitian ini, siswa yang tidak mempunyai sumber dari presentasi guru/pengajar tentang apa yang dipelajari akan menjadi tolak ukur keberhasilan mereka. Setiap pemberi pertanyaan menentukan tingkat guru/pengajar yang berhubungan dengan apa yang ditanya dalam tes sebelumnya yang diberikan pada akhir presentasi. Mereka menemukan bahwa guru/pengajar membedakan dengan tanda bagaimana mereka dengan baik mengulas materi, yaitu, memberikan isi yang relevan dengan tes. Hal ini memerlukan kebijaksanaan yang besar untuk memprediksi bahwa pertanyaannya lebih menyeluruh untuk diulas oleh guru/pengajar yang lebih sering menjawab dengan benar pertanyaan siswa.
Fenomena yang sama juga ditemukan dalam penelitian internasional (12 negara) terhadap keberhasilan dalam bidang matematika (Husen, 1967). Pertanyaan dinilai tinggi oleh guru/pengajar dan siswa yang berkenaan dengan kesempatan siswa mempelajari apa yang diulas dalam pertanyaan yang benar-benar lebih sering dijawab dengan benar oleh mereka.
Singkatnya, guru/pengajar harus memberikan isi (fakta, konsep, prinsip) yang ingin dipelajari oleh siswanya, khususnya jika guru/pengajar tersebut adalah satu-satunya sumber mereka untuk mengetahui isi pelajaran. Variabel ini, yang kadang-kadang disebut dengan “target waktu”, akan selalu menjadi faktor yang penting dalam belajar.

Menyediakan pengaturan yang logis.
Hampir semua orang akan setuju bahwa guru/pengajar harus teratur dengan baik. Semua dari kita akan mendengarkan guru/pengajar yang teratur dengan baik – mereka yang mempunyai struktur yang masuk akal, dipadukan pada satu cara yang logis, dan tampak “mengarah”. Kita juga telah mendengar guru/pengajar yang sulit diikuti, karena gagasannya tampaknya melompat jauh. Buxton (1956) mengatakannya dengan cara seperti ini: “.. tujuan dari belajar adalah, komunikasi, dan akan menjadi efektif jika ada bukti keteraturan dan penguru/pengajartan . . . “. Skinner (1968) menyatakan bahwa “materi yang teratur dengan baik juga, tentu saja, lebih mudah untuk dipelajari,”. Namun Nisbet (1967, p.31) tidak setuju:
Saya rasa tiga atau empat guru/pengajar paling karismatik pada abad ini yang saya tahu adalah; Gilbert Lewis di bidang kimia, Edward Tolman di bidang psikologi, Carl Sauer di bidang geografi, A.L. Kroeber di bidang antropologi. Tidak satu pun dari mereka mendapatkan gelar master dalam subjek materi yang teratur dengan jelas pengaruh pikiran hampir sekali tidak jelas dalam pengaturan subjek mereka. Bagaimana bisa mereka pada saat yang sama meninggalkan generasi siswa . . . dengan perasaan bahwa dalam pengetahuan, seperti juga dalam kecantikan wanita, ada sesuatu yang menakjubkan dan menjadi isyarat yang memberi petunjuk terhadap klasifikasi yang jelas?
Dalam kasus manapun, dukungan penelitian bagi pentingnya pengaturan sulit ditemukan. W.N. Thompson (1967, p.65) meringkas evaluasinya sebagai berikut: “Disorganisasi muncul untuk mempengaruhi pemahaman dalam komunikasi tertulis , namun dampak terhadap pemahaman dan keefektifan dalam komunikasi lisan diragukan”. Contohnya ketika Beighley (1954) memperkenalkan disorganisasi dengan menggeser paragraph dalam cara yang terkontrol namun acak, pemahaman di antara para pendengar tidak dikurangi secara signifikan. Penelitian lain yang dilakukan oleh W.N. Thompson (1967) juga tidak terbuka tentang dampak struktur pesan dalam pemahaman si pendengar.
Mungkin hasil yang tidak terbuka ini berasal dari kegagalan memanipulasi dengan cukup struktur secara radikal. Ketika investigator lain (E. Thompson, 1960; Darnell, 1963) mencampur kalimat, daripada dengan unit yang lebih besar, ternyata mereka tidak menemukan bahwa hasil disorganisasi mengurangi pemahaman.
Dalam penelitian E. Thompson, pengaturan dilakukan dengan mengambil ceramah yang teratur dengan baik (versi 1) dan “secara acak menyusun kembali urutan kalimat dengan setiap pikiran utama” (versi 2), lalu membuat pengaturan yan bahkan lebih buruk dengan “secara acak menyusun kembali urutan kalimat dengan perkenalan, isi, dan kesimpulan ceramah” (versi 3). Akhirnya, ceramah sebenarnya diberikan transisi – pernyataan sederhana yang menggambarkan poin yang diulas – setelah perkenalan dan seblum dan sesudah perkembangan pada setiap poin dalam ceramah yang teratur dengan baik (versi 4). Nilai pengaturan dari penyataan transisi yang menggarisbawahi dan menekankan struktur pesan telah ditemukan oleh Thistlehwaite, deHaan, dan Kamenetzky (1955) untuk meningkatkan pemahaman.
Subjek E. Thompsonm mahasiswa awal, diukur sebelumnya dengan tes kemampuan untuk mengatur dan setelah mendengarkan ceramah, dengan tes pemahaman. Rata-rata nilai pemahaman berbeda secara signifikan dan mendapatkan peringkat menurut jumlah transisi dan struktrur ceramah, ketika siswa dibagi ke dalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah berdaasrkan kemampuan mereka mengatur, maka nilai pemahaman mereka mempunyai peringkat yang sama. Singkatnya, jika struktur membantu, maka begitu juga dengan pernyataan transisi yang menggarisbawahi hubungan antara bagian-bagian dalam ceramah. Juga, siswa mengenali ceramah yang tidak teratur dan kurang dipikirkan dengan baik.
Guru/pengajar dapat mengatur isi pengajarannya dengan banyak cara. Beberapa di antaranya diganbarkan oleh Goyer (1966) dalam mengembangkan tes kemampuan untuk mengatur gagasan:
Hubungan komponen (bagian keseluruhan)
Hubungan waktu
Hubungan materi untuk mencapai tujuan (relevansi)
Hubungan transisi

Hubungan komponen (bagian keseluruhan). Hal ini berhubungan dengan mandiri-ketergantungan, signifikan-tidak signifikanm atau cara bagaimana gagasan-gagasan dikoordinasi. Di sini guru/pengajar menunjukkan seberapa besar gagasan yang besar “mengandung” beberapa hal yang kecil lainnya. Sekali siswa melihat hubungan ini, maka akan mudah baginya untuk memahami gagasan yang lebih besar dan mengingat yang lebih kecil yang ada di bawahnya.
Contoh (lihat gambar 20-1):
“Jika saya harus menggambarkan hobi memancing saya, mka saya akan berhubungan dengan pertanyaan mengapa saya suka memancing, peralatan apa saja yang dibutuhkan untuk memancing, di mana letak memancing yang paling ideal. Berkenaan dengan pertanyaan mengapa saya suka memancing, saya akan menyimpulkan fakta-fakta bahwa memancing adalah olahraga outdoor, dan santai. Berkenaan dengan pertanyaan peralatan apa saja yang dibutuhkan, saya akan mendiskusikan alat pancing untuk memberi umpan, ember atau kaleng pendingin untuk menyimpan ikan, dan tali pancing untuk menarik ikan dari air. Lalu dengan pertanyaan tempat yang paling ideal untuk memancing, saya akan menyarankan kolam Smith untuk ikan dangkal dan Blue Lake untuk ikan bandeng.
Jenis pengaturan ini juga disebut dengan klasifikasi hierarki (Blilgh, 1972), dan mengelompokkan poin-poin yang bervariasi (fakta, konsep, prinsip) di bawah judul yang umum. Pengelompokkan ini mengurangi jumlah poin yang terpisah dan karenanya menfasilitasi pemahaman. Jika jumlah poin yang berada di bawah satu judul menjadi terlalu luas, yaitu, bahkan lebih besar sekitar tujuh, maka pengelompokkan lebih jauh mungkin diperlukan jika secara logika memungkinkan.
Dalam penggunaan pengaturan seperti itu, guru/pengajar harus hati-hati menyampaikan kepada siswanya kapan ia akan mengganti judul utama. Dia dapat mulai dengan mengumumkan semua judul utama sebelumnya. Kemudian dia akan mengatakan bahwa sekarang ia akan beralih pada judul pertama dari sana. Setelah judul pertama selesai, dia lalu memberikan pada siswa “tanda transisi”, menandakan bahwa judul berikutnya sekarang akan dibahas. Dia akan mengatakannya dengan, “Kita telah melewati topik ini, sekarang mari kita beralih pada judul topik kedua” (topik, judul, tujuan, permasalahan, dll). Dengan setiap judul utama, maka guru/pengajar dapat berharap untuk menyebutkan setiap sub judul yang tertulis agar siswa tetap mendapatkan informasi terus menerus tentang apa yang sedang ia bicarakan.

Hubungan waktu. Hal ini mengacu pada kronologi, sebab-akibat, menuju klimaks, dan urutan topik. Di sini guru/pengajar menggunakan dasar yang diberikan untuk menyusun rangkaian ide-ide dengan urutan tertentu. Sekali dasar ini dipahami, maka urutannya akan mudah diingat.
Contoh (lihat gambar 20-2)
“Dalam memperhatikan masalah bagi kelompok diskusi informal, kita harus tetap meneruskannya melalui langkah-langkah berikut yang diindikasikan dengan urutan yang logis. Pertama, kita harus menguji fakta di luar munculnya permasalahan tersebut. Kedua, kita harus menyatakan dan mendefinisikan masalah. Ketiga, kita harus memperhatikan kriteriayang akan digunakan dalam mengevaluasi pemecahannya. Keempat, kita harus menguji dan menilai pemecahannya. Dan terakhir, kita harus memperhatikan langkah-langkah yang diambil dalam mengatasi masalah.”
Bligh (1972, p.64) menggambarkan jenis pengaturan ini dengan pengajaran yang “terpusat pada masalah”, didiagramkan pada gambar 20-3. Ini dimulai dengan rangkaian fakta yang menciptakan pertanyaan atau permasalahan, kemudian guru/pengajar memberikan infromasi tentang dan berargumen pada setiap pilihan solusi yang ada. Pengajaran seperti ini dapat memotivasi dengan tinggi dan membangkitkan ketegangan. Pembingungan yang dramatis dapat ditingkatkan melalui pertanyaan retoris, perkenalan waktu yang cermat atas bukti yang baru, dan penjelasan yang saksama tentang cara pemilihan solusi yang terhipotesis dan mengikuti pada bukti yang ada. Metode pengaturan ini menyerupai strategi pemecahan masalah yang didiskusikan di bab 9.

Hubungan materi untuk mencapat tujuan (relevansi). Hal ini mengacu pada identifikasi gagasan utama dan pengeluaran gagasan yang kurang konsisten dengan jumlah keseluruhan gagasan. Di sini guru/pengajar memberika kriteriayang menentukan apakah gagasan atau hal tertentu harus dimasukkan sebagai bagian dari argumentasi. Kemudian dia menunjukkan bagaimana pengaplikasian kriteriaini menghasilkan beberapa ide dan pengeluaran gagasan lainnya. Contohnya, dalam upaya meyakinkan para hadirin yang mana petani Amerika harus mempunyai harga yang mendukung, maka si pembicara akan menemukan argumennya yang paling relevansi terhadap fakta bahwa harga gudang pertanian mempengaruhi stabilitas ekonomi negara kita. Dus, hal ini menjadi relevan bahwa si petani adalah pembeli berskala besar terhadap barang-barang lainnya, yang mana dia menyediakan makanan untuk kita semua, dan karenanya mempunyai hak mendapatkan bantuan ekonomi dari siapapun dengan seadil-adilnya. Adalah menjadi tida relvan bahwa pertanian adalah industri ilmiah dan mekanis yang memerlukan penggunaan mesin yang mahal, pupuk ilmiah, dan kerja keras.
Jenis pengaturan ini dapat juga mengambil bentuk seperti apa yang Bligh (1972) sebut sebagai perantaian – rangkaian rantai kejadian dalam urutan kronologis, dan sebab akibat yang logis. Hubungan antar ikatan kesukesan dalam rantai haruslah jelas dan mudah dipahami. Untuk memberikan kompensasi untuk selang perhatian sementara sebagai bagian dari siswa, maka guru/pengajar dapat memberikan “pengambilan cadangan” sewaktu-waktu, mungkin secara tertulis di papan. Gambar 20-4 menunjukkan bagaimana Bligh (1972) menggambarkan rekapilutasi tersebut.

Hubungan transisi. Hal ini ditunjukkan dengan menggunakan hubungan kata dan frase berdasarkan pada keseluruhan pola dalam komunikasi. Para guru/pengajar menggunakan kata-kata atau frase untuk menjelaskan struktur dari organisasinya dan membiarkan siswa menjadi sepenuhnya awas terhadap hal tersebut. Maka pengulangan frase tertentu menginstruksikan kepada siswa tentang bagian komponen dalam sebuah rangkaian. Frase terakhir menandakan bahwa ringkasan akan datang.
Contoh:
“Mengajar dapat dianalisis dalam banyak cara untuk tujuan yang berbeda. Ia dapat dianalisis berdasarkan pada komponen proses belajar yang dipengaruhinya, ketika sedang dihubungkan dengan proses belajar. Ia dapat dianalisis berdasarkan pada rangkaian waktu dan langkah-langkah yang logis, ketika seseorang akan berbicara pada guru/pengajar kelas atau guru/pengajar pelajaran yang berbeda. Untuk mengulang, guru/pengajar dapat dianalisis dengan cara yang berbeda untuk tujuan yang berbeda pula.”
Dalam contoh di atas, frase pengulangan “ia dapat dianalisis berdasarkan pada” menunjukkan paralelisme rangkaian gagasan. Kemudian frase “untuk mengulang” menandakan ringkasan.

Perbandingan. Jika guru/pengajar atau satu bagian dalam pengajaran perlu membandingkan dua hal atau lebih, maka guru/pengajar harus memulainya dengan membuat dasar perbandingan yang eksplisit. Yaitu, perbandingan yang memerlukan dasar, atau dimensi yang mana perbandingan tersebut dibuat. Pengaturan dapat kemudian mengambil bentuk penyusunan atau pendefinisian dasar 1, menggambarkannya, dan kemudian mengindikasikan apakah benda-benda yang dibandingkan sama atau berbeda dengan dasar 1. Kemudian dasar 2 diberikan dan prosesnya diulang. Guru/pengajar meneruskan cara ini sampai setiap dari dasar tersebut untuk membandingkan telah dihubungkan. Gambar 20-5 menunjukkan cara pengaturan perandingan ini. Contohnya, dalam membandingkan pelatihan dengan presentasi film untuk mengajarkan beberapa konsep, kita dapat mencatat bahwa dalam dasar pemrogaman properti mereka yang tidak sama, satunya bersifat sangat verbal, sedangkan satunya lagi bersifat sangat visual. Dalam dimensi kedua, apakah mereka itu kegiatan sementara atau yang konstan (seperti teks atau fotograf), kita mencatat bahwa keduanya serupa, karena sesi pelatihan dan film keduanya bersifat sementara. Proses ini dapat terus berlanjut, sampai semua dasar untuk membandingkan dan mengkontraskan Benda A (latihan) dan Benda B (presentasi film) diujikan. Kemudian, semua peringkat kesamaan dan perbedaan keduanya diberikan.

Alat-alat kombinasi. Kapanpun dua atau lebih perbedaan dapat diterapkan pada subjek materi yang sama, maka semuanya harus dikombinasikan. Ketika kombinasi ini dibuat, maka intisari baru ke dalam struktur dan pengaturan subjek materi dapat muncul. Prosedur ini dapat dilihat dengan apa yang biasanya disebut tabel 2 X 2, atau N1 X N2, seperti yang ada pada gambar 20-6. Di sini, dua perbedaan dikombinasikan untuk menyatakan kategori N1 X N2, dan pengajaran dapat diatur untuk berhubungan dengan setiap kategori secara berurutan. Siswa harus diberikan setiap perbedaan utama dan setiap kombinasi yang ada.
Pengaturan kombinasi seperti ini dapat menjadi lebih kompleks ketika salah satu sel yang digambarkan pada gambar 20-6 mengatur dirinya sendiri berdasarkan pada sub perbedaan tambahan dan kombinasinya. Bligh (1972) menunjukkan betapa gagasan dalam permasalahan fisik dan pikiran di dunia filosofi dapat diatur dan dibagi lebih lanjut (lihat gambar 20-7). Ia juga menggambarkan alat yang sama pada bentuk hierarki (lihat gambar 20-8), yang mana cara lainnya menunjukkan struktur dan pengaturan materi.
Ketika setiap jumlah hal (fakta, konsep, prinsip) harus diperhatikan dalam hubungannya dengan setiap hal-hal lainnya dalam sebuah set, sebuah jenis jaringan yang ditunjukkan pada gambar 20-9 mungkin juga berguna. Semua alat kombinasi ini memberikan gambaran visual dan sistem mnemonik untuk mendukung ingatan siswa. Sebagai tambahan, alat-alat ini membantu si pembicara mengatur apa yang harus diulas dan bagaimana materi harus diatur untuk mengadakan presentasi. Dus, semuanya berguna untuk merencanakan tindakan dan penjelasan, menyampaikannya, dan membuat para siswa mengingatnya.

Sebuah model untuk mengatur penjelasan. Ini akan membantu guru/pengajar jika dia mempunyai beberapa model yang digunakan dalam mengatur presentasinya atau pengajarannya. Salah satu yang sering digunakan dalam presentasi adalah penjelasan, atau sebuah upaya untuk menunjukkan bagaimana hubungan dua konsep atau lebih, variabel; atau kegiatan adalah sebuah contoh hubungan prinsip yang lebih luas. Guru/pengajar mungkin perlu menjelaskan, katakanlah, mengapa udara lebih dingin di musim hujan dari pada di musim kemarau, atau mengapa waktu di San Fransisco berbeda dengan yang ada di London.
Satu model pengaturan seperti penjelasan ini akan dimulai sebagai berikut:
Langkah 1: Pastikan Anda memahami pertanyaan yang sedang ditanyakan atau yang muncul dalam pengajaran Anda. Bagaimana perhatian siswa yang menanyakan atau memerlukan penjelasan?
Langkah 2: Identifikasi “benda-benda” (elemen, variabel, konsep, atau kegiatan) dalam hubungan yang memerlukan penjelasan.
Langkah 3: Identifikasi hubungan antara “benda-benda” yang teridentifikasi pada langkah 2.
Langkah 4: Tunjukkan bagaimana hubungan yang teridentifikasi di langkah 3 adalah contoh dari sebuah hubungan atau prinsip yang lebih luas.
Thyne (1963m pp.127-129) telah memberikan contoh penjelasan yang sesuai dengan model ini:

Suatu malam musim dingin yang berbadai, tetangga saya terganggu oleh suara gumaman yang rendah dan aneh yang tampaknya keluar dari dinding rumahnya. Setelah mencoba mencari sumber suara itu hingga sampai pada saluran udara ke luar di depan pintunya – sebuah alat yang terdiri dari lapisan kayu yang ditempelkan dengan tube karet yang panjang …. Tetangga saya memahami suara yang aneh itu, bukan karena ia sekarang menerima bahwa itu adalah suara dari saluran udara – yang bisa juga membingungkan – tapi karena ia tahu bahwa aliran udara mengalir melintasi ujung pipa yang membuat suara aneh tersebut . . . . ketika tetangga yang dihantui suara itu mengerti, maka itu bukanlah karena dia mengira udara berhembus melintasi tube tertentu miliknya. Jika itu semua yang ia tahu, dia akan, tentu saja, tahu dari mana suara itu berasal, namun dia akan dengan ngeri dikatakan sudah “mengerti”. Jika itu semua yang dia tahu, maka ia mungkin akan menemukan bahwa suara itu berasal dari selapis keju di lemari makannya, untuk satu hal yang dapat membuat masuk akal daripada yang lainnya. Dia mengerti suara itu hanya dari sejauh apa yang ia ketahui bahwa aliran udara berhembus melewati ujung pipa manapun yang menghasilkan beberapa irama, dan dia melihat hal ini sebagai contoh dari prinsip yang umum.
Langkah 1: Pastikan Anda mengerti pertanyaannya, contohnya perhatian siswa yang bertanya atau meminta penjelasannya. Mengapa suara bergumam yang rendah itu datang dari dinding rumah?
Langkah 2: Identifikasi elemen, variabel, konsep, atau kegiatan yang ada di dalamnya dalam hubungan yang memerlukan penjelasan. (a) Suara gumaman yang rendah, (b) keluar, (c) dinding rumah, (d) saluran udara ke keluar di depan pintu, (e) papan kayum (f) penutup karet.
Langkah 3: Identifikasi hubungan antara elemen yang teridentifikasi pada langkah 2. Udara mengalir melewati ujung penutup karet yang menyebabkan suara yang aneh.
Langkah 4: Tunjukkan hubungan yang teridentifikasi pada langkah 3 sebagai contoh hubungan atau prinsip yang lebih luas. Prinsip umumnya adalah bahwa aliran udara yang melewati ujung pipa menghasilkan beberapa irama.


Jenis strategi untuk menjelaskan ini dapat diajarkan kepada guru/pengajar. Contohnya, Miltz (1971) mengajarkan teknik-teknik ini kepada 30 calon guru/pengajar. Tabel 20-2 menyajikan ringkasan peringkat yang dilakukan oleh para penilai penjelasan yang diberikan oleh calon guru/pengajar sebelum dan sesudah pelatihan. Arti peringkat dari 10 penilai yang tidak disampaikan yang mana penjelasannya diberikan sebelum pelatihan dan yang diberikan sesudahnya digunakan untuk membantu apakah ada perubahan pretes ke post-tes dalam kualitas penjelasan yang diberikan. Pelatihan tersebut menghasilkan tingkat kemampuan guru/pengajar yang lebih tinggi secara signifikan untuk mengatur sebuah penjelasan, kejelasannya, dan seluruh kualitasnya.

Membuat pengaturan yang eksplisit
Tidak cukup hanya dengan membuat pengajaran teratur dengan baik. Pengaturan harus juga dibuat eksplisit kepada siswa. Di sini kita menggambarkan beberapa alat untuk melakukan hal yang sama; teknik aturan-contoh-aturan, hubungan penjelasan, dukungan struktur.

Teknik aturan-contoh-aturan. Rosenshine (1971b) menemukan bahwa penjelasan guru/pengajar yang sangat efektif terdiri dari banyak contoh urutan aturan-contoh-aturan daripada penjelasan guru/pengajar yang kurang efektif. Contohnya, dalam menjelaskan aspek kebijakan luar negeri Yugoslavia, guru/pengajar yang sangat efektif akan mengatakan:
“Sebagai negara komunis, mereka ingin meningkatkan hubungan yang damai dan bebas dengan negara lain di Eropa. Mereka ingin melakukannya dengan memiliki hubungan perdagangan yang banyak, melalui pertukaran ide, dan melalui hubungan personal dengan negara lain di Eropa. Mereka percaya bahwa hubungan yang lebih baik harus dijalin antara negara-negara di Eropa.”
Dalam contoh di atas, kalimat pertama dan kedua akan ditekankan sebagai aturan, sedangkan kalimat yang mengikutinya memberikan contoh.

Hubungan yang menjelaskan. Penjelasan yang baik juga, menurut Rosenshine, menggunakan hubungan yang menjelaskan. Proporsi dan konjungsi ini yang menandakan sebab, akibat, sarana, atau tujuan sebuah kegiatan atau ide. Contohnya adalah karena, agar, jika, … kemudian, karena itu, konsekuensinya, dan penggunaan lainnya seperti karena, dengan, dan melalui. Hubungan yang menjelaskan dapat mengikat frase bersama atau dengan kalimat-kalimat lain agar satu bagian kalimat berelaborasi dan meluas ke bagian lainnya. Berikut lima kalimat yang secara esensi berisikan hal yang sama: tiga terakhir menjelaskan hubungan ini (dimiringkan).
1. Orang-orang Cina mendominasi ekonomi Bangkok, dan mereka adalah ancaman
2. Orang-orang Cina mendominasi ekonomi Bangkok, namun mereka adalah ancaman.
3. Orang-orang Cina mendominasi ekonomi Bangkok; karena itu, mereka adalah sebuah ancaman.
4. Orang-orang Cina adalah ancaman karena mereka mendominasi ekonomi Bangkok.
5. Dengan didominasinya ekonomi Bangkok, maka orang-orang Cina menjadi ancaman.
Dalam pernyataan 3, konjungsi adverbial karena itu menandakan konsekuensi. Dalam pernyataan 4, konjungsi karena menandakan sebab. Dalam pernyataan 5, preposisi dengan menandakan sarana.
Hubungan yang menjelaskan dapat menjadi penting karena (sebuah hubungan yang menjelaskan!) semuanya memberikan petunjuk fakta bahwa sebuah hubungan sedang dipresentasikan.

Menggunakan penanda yang penting secara verbal. Tidak semua yang ada dalam isi inti pelajaran sama pentingnya. Karena itu guru/pengajar harus menggunakan penanda secara verbal untuk menunjukkan hal yang penting. Penanda tersebut memberikan petunjuk kepada siswa atas apa yang harus mereka pelajari dengan baik(Pinney, 1969). Petunjuk ini bertindang secara stimulus (lihat bab 14), menyampaikan kepada siswa untuk memperhatikan. Respon tersembunyi yang membantu proses asimilasi materi atau pun respon yang terang seperti halnya meminta perhatian dapat muncul. Petunjuk yang memperlihatkan respon ini terdiri dari kata-kata atau frase yang mengacu pada hal-hal yang penting. Semuanya memberitahukan kepada siswa apa yang akan dia dengar, atau apa yang baru saja didengar, adalah sesuatu yang penting, untuk dipahami lebih dekat, dan layak mendapatkan perhatian khusus. Contohnya adalah: “sekarang, perhatikan ini . . .”: “adalah penting untuk menyadari bahwa . . . “ : “ini akan membantu kalian memahaminya jika kalian ingat bahwa . . .” : “sekarang mari kita beralih pada apa yang mungkin paling penting dari semua poin yang sudah disebutkan, yaitu . . .”.
Pinney menganalisis transkrip pelajaran dari 32 guru/pengajar yang tidak berpengalaman, setiap dari itu mempresentasikan pelajaran 40 menit dalam kelas berisi sekitar 25 siswa yang hadir untuk membantu penelitian. Pinney menemukan bahwa frekuensi penanda verbal untuk hal yang penting secara konsisten sangat besar bagi guru/pengajar-guru/pengajar yang memperoleh keberhasilan siswa yang lebih tinggi. Petrie (1963) mencatat enam penelitian yang menandakan bahwa jenis penekanan ini, bersama dengan pengulangannya, meningkatkan pemahaman pesan yang disampaikan secara lisan. Hasil ini bertahan meskipun para siswa tidak menyukai pengulangan. Maddox dan Hoole (1975) mendemonstrasikan tidak hanya nilai penanda untuk hal yang penting tersebut, tapi juga nilai petunjuk non-verbal untuk mengambil perhatian, seperti guru/pengajar berjalan dari podium, atau menulis di atas papan tulis.
Karena itu, guru/pengajar Anda seharusnya tidak hanya sekedar mengulas fakta, konsep, dan prinsip yang ingin dipelajari oleh siswanya, meskipun “relevansi is; seperti itu penting juga. Sebagai tambahan, Anda harus memberitahukan siswa apakah setiap bagian harus dipelajari dengan baik sehingga dapat diingat, atau sekedar memperkenalkan kapan petunjuk tertentu akan diberikan, atau sekedar mengerti, memahami, lalu mengingatnya sebagai sesuatu yang mungkin dicari dan dituju pada suatu hari. Mengatakan kepada siswa hal-hal di atas dalam pengajaran memberikan “sebuah set” pada mereka. Set yang sudah diperlihatkan berulang kali oleh para psikolog untuk menentukan apakah seseorang hadir dan mengingatnya (Torrance & Harmony, 1961; Wittrock, 1963).

Struktur pendukung. Dalam menggunakan semua skema pengaturan di atas, guru/pengajar harus membuat skema yang eksplisit secara teratur di luar set. Mungkin pengaturan pengajaran tersebut telah gagal memengaruhi pemahaman siswa karena wawasan siswa dalam pengaturan tidak cukup menjamin eksperimen yang sudah dilakukan sejauh ini. Memberikan wawasan ini tidak perlu merupakan sesuatu yang tidak sesuai dengan mempertahankan beberapa pengharapan. Rincian yang mengisi sketsa atau pengaturan pengajaran masih dapat dibuat dengan tetap hidup, sesuai dan menarik.
Jika bantuan visual seperti kapur tulis atau proyektor tersedia, namun bagaimana pun pengaturan guru/pengajar dapat diungkapkan dengan satu langkah. Setiap judul dan sub judul kemudian ditulis dalam papan tulis atau disimpan dalam layar setelah sampai dalam pembukaan pengajaran.
Sebuah tes eksperimen terhadap variable ini menyatakan bukti yang jelas tentang nilai pemberian strukur pengajaran pada siswa (Cheong, 1972). Melakukan hal ini secara progresif, setelah pengajaran pembuka, memberikan siswa isyarat transisi yang jelas antar segmen pelajaran. Hal ini mungkin lebih efektif daripada mengekspos penekanan struktur pada keseluruhan awal dan akhir pengajaran.

Mempertahankan perhatian.
Struktur pengaturan yang paling baik dibuang jika perhatian siswa tidak bisa dipertahankan. Anda akan, tanpa ragu-ragu, menemukan teknik favorit Anda sendiri. Beberapa di antaranya disebutkan di sini.

Mengubah-ubah stimulus. Siswa menjadi terbiasa tidak mengubah-ubah stimulus semua jenis hal: nada suara yang tidak berubah, kurang gerakan dan isyarat, struktur grammar yang monoton, pola pembicaraan yang mudah ditebak, atau wacana yang penuh dengan kata-kata klise. Variasi mempunyai dampak motivasi. Rosenshine (1971a) menemukan bahwa variasi bentuk gerakan dan isyarat berkorelasi secara positif dengan keberhasilan siswa. Apa pun yang dapat diubah oleh guru/pengajar dengan cukup sering, tanpa membuat perubahan yang ekstrem yang mengalihkan siswa dari subjek materi, mungkin akan membantu siswa untuk memperhatikan.
Ini memungkinkan, tentu saja, bahwa stimulus yang bervariasi dapat dilakukan secara berlebihan. Wyckoff (1973) menemukan bahwa stimulus yang berubah-ubah mempunyai hubungan kurvalinear dengan keberhasilan siswa. Tampaknya, dalam tingkat perubahan stimulus yang lebih tinggi – mobilitas guru/pengajar, isyarat, dan pemberhentian sejenak – keberhasilan dapat dikurangi. Lebih jauh, hubungan antara perubahan stimulus dan keberhasilan bersifat negatif bagi guru/pengajar SD, meski pun hal tersebut positif bagi guru/pengajar sekolah menengah: “… variasi stimulus tampaknya mengalihkan siswa yang lebih muda . . .” (p.39).

Mengubah saluran komunikasi. Satu bentuk stimulus yang bervariasi adalah penggunaan slide, grafik, gambar, kapur tulis, proyektor, dan media visual lainnya. Dengan mengganti saluran komunikasi dari lisan ke visual, meski sementara, Anda menyebabkan perubahan dalam respon pola dan mekanisme perhatian siswa. Orang dewasa tampaknya lebih suka informasi visual. Kesukaan ini muncul dalam belajar tugas konsep-diskriminasi (Lordahl, 1961). Pada penelitian yang lain, setelah anak-anak bertambah usia, mereka relatif lebih memperhatikan informasi visual dalam film dan kurang memperhatikan informasi audio(Stevenson & Siegel, 1969). Namun dalam hasil belajar daripada kesukaan, tidak ada bukti yang berhubungan dengan pengayaan informasi lisan atau tertuls (lihat evaluasi W.H. Allen, 1960; Twyford, 1969; Carroll, 1971).
Cara ini, yang mana grafik mungkin dapat memperkaya pengajaran dan penjelasan, telah digambarkan oleh May (1965a, 1965b). Bukti yang ada menyatakab bahwa semakin sederhana grafik, gambar, atau tabel ditampilkan, maka akan semakin baik. Seperti halnya aturan yang umum, guru/pengajar harus mengubah-ubah stimulus dengan menghadirkan iringan pictografi yang menyampaikan informasi dengan cepat dan sederhana, dalam bentuk ringkasan. Grafik, diagram, atau tabel yang sederhana, ditandai dengan jelas, dan mempunyai teks pengiring dapat sering memajukan belajar selama instruksi lisan berlangsung.
Ini adalah catatan yang penting, namun, bahkan kebanyakan orang dewasa tidak bisa membaca grafik dengan cepat atau efektif. Karena itu, grafik adalah yang paling membingungkan siswa yang masih anak-anak. Kecerdasan siswa dan tingkat pendidikan harus cukup tinggi jika siswa mendapatkan manfaat dari pengayaan grafik untuk materi yang tertulis (lihat Wendt & Butts, 1962). Namun, perubahan stimulus yang dihasilkan dari penggunaan sarana tersebut dapat membuatnya bernilai.

Kegiatan fisik. Kasus untuk belajar aktif muncul khususnya dalam pengajaran. Tidak ada satu pun dari kita lolos untuk tidur selama pengajaran berlangsung, bahkan ketika kita tertarik dengan topiknya, dan si pemberi instruktur juga cukup dinamis. Hal tersebut sangat tidak mungkin untuk mendapatkan perhatian yang terus menerus terhadap isi pengajaran. Ingatlah kembali kesuksesan teknik Kunihira dalam menggunakan kegiatan fisik untuk mengiringi kegiatan belajar bahasa, dan kesuksesan respon yang aktif dalam penelitian Gates (keduanya digambarkan pada bab 14). Guru/pengajar dapat meningkatkan pengajaran mereka dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk merespon secara fisik. Peregangan badan di tengah-tengah pengajaran, istirahat sejenak antara film dan guru/pengajar, respon verbal, memanggil nama, mengulang frase, dll – semuanya dapat meningkatkan belajar. W.H.Allen (1957) mengevaluasi 26 penelitian yang menguji partisipasi selama belajar dari film. sebelas dinyatakan non-konklusif, dua menyatakan tidak ada partisipasi, dan 13 menyatakan partisipasi satu atau siswa yang lainnya.

Menggunakan humor. Apakah guru/pengajar harus bisa melucu? Kaplan dan Pascoe (1977) meningkatkan penelitian sebelumnya dengan bereksperimen menggunakan guru/pengajar yang bisa melucu yang merupakan konsep-hubungan, atau konsep-tak berhubungan, atau konsep-berhubungan dan tak berhubungan. Hal ini dibandingkan dengan sekelompok pengontrol yang tidak menerima humor. Enam minggu kemudian, siswa mengingat materi lebih banyak yang telah digambarkan oleh lelucon konsep-hubungan, namun tidak dengan jenis materi lainnya.

Menunjukkan antusiasme. Guru/pengajar telah mala didesak untuk “mengomunikasikan antusiasme bagi subjek pengajaran” (Brown & Thornton, 1963). Tidak seperti jenis saran lainnya yang diberikan kepada guru/pengajar, yang satu ini telah dilegalkan secara korelasi dan eksperimental. Rosenshine (1971b) mengevaluasi penelitian korelasi yang mana nilai antusiasme berhubungan dengan ukuran keberhasilan siswa. Korelasi yang signifikan bertambah dari .37 ke .56.
Dalam penelitian eksperimen, siswa dengan jelas telah ditemukan untuk belajar lebih dari guru/pengajar yang dinamis dan antusias. Cost dan Smidchens (1966) menggunakan pelajaran 10 menit, setiap dari itu dipresentasikan oleh dua guru/pengajar dengan dua cara: (a) secara statis (“pembicara yang statis membacakan seluruh ceramahnya dari tulisan. Dia tidak memberikan isyarat atau kontak mata dan merendahkan intonansi suara. Namun ia benar-benar berbicara dengan diksi yang bagus dan volume suara yang cukup”) dan (b) secara dinamis (“ceramah yang dinamis disampaikan dari ingatan, dengan banyaknya intonansi suara, isyarat, kontak mata, dan gerakan dari si pembicara”). Sebuah tes langsung sesudah pengajaran mengindikasikan bahwa “siswa benar-benar lebih banyak ingat dari guru/pengajar yang dinamis daripada yang statis.” Dengan penelitian yang sama, Mastin (1963) mempunyai guru/pengajar peringkat ke-20 dan ketujuh yang mempresentasikan pengajaran dalam dua topik yang berbeda selama jangka minggu yang terpisah. Satu pengajaran dipresentasikan dengan lebih antusias daripada yang lainnya. Dalam 19 dari 20 kelas, sarana keberhasilan lebih tinggi pada pelajaran yang diajarkan dengan antusias.
Sebuah definisi dan demonstrasi antusiasme yang bagus dihasilkan dalam eksperimen yang dilakukan oleh Ware (1974). Dia mempersiapkan enam pengajaran yang direkam, setiap dari pengajaran tersebut dipresentasikan oleh orang yang sama. Pengajaran yang terekam tadi terdiri dari tiga tingkatan informasi – tinggi, sedang, endah – yang ditentukan oleh jumlah poin pengajaran yang substantif yang telah dibahas. Setiap tingkat informasi dipresentasikan dengan dua cara: dengan antusiasme yang tinggi dan yang rendah.
Ketika enam pengajaran ini dipresentasikan pada kelompok siswa yang berbeda, nilai-nilai pada tes kelulusan secara signifikan meningkat bagi siswa yang mengalami pengajaran yang berantusias tinggi. Hasil yang sama juga diperoleh ketika nilai kepuasan siswa adalah rata-rata. Derajat antusiasme, secara singkat, adalah penentu yang signifikan baik terhadap keberhasilan maupun kepuasan siswa pada tiga tingkat isi pengajaran di atas.
Karakteristik dari guru/pengajar yang antusias dapat termasuk memberikan isyarat, intonansi suara yang bervariasi, mempertahankan frekuensi kontak mata, bergerak berjalan-jalan ke depan dan ke belakang, dan menggunakan humor dan memberikan contoh yang mudah. Namun antusiasme dalam arti yang lebih luas dapat berarti sekedar hanya mengomunikasikan arti yang dalam tentang betapa penting dan menariknya subjek yang ia guru/pengajar bawakan.

Pertanyaan yang disisipkan selama pengajaran. Gagasan bahwa guru/pengajar menggunakan teknik meningkatkan-respon tampaknya sekilas berkontradiksi dengan pengertian yang ada: dalam pengajaran, seseorang tidak biasanya memikirkan siswa yang merespon. Namun, sebenarnya, siswa memang merespon – biasanya tersamar, tapi kadang-kadang terlihat jelas. Guru/pengajar harus berusaha mempertahan respon tingkat tinggi, untuk meningkatkan perhatian dan belajar.
Sebuah pertanyaan yang disisipkan pada saat pengajaran berlangsung, ataupun menyisipkan penjelasan dapat mempunyai sejumlah dampak yang menarik. Berliner (1968) mencatat bahwa pertanyaan dapat memberikan fungsi berikut:
1. Penekanan. Poin-poin dalam materi yang layak mendapatkan perhatian dapat ditekankan melalui pertanyaan yang diujikan.
2. Praktik. Sebuah respon terhadap pertanyaan membuat siswa mempraktikkan pengetahuan yang dimilikinya.
3. Kesadaran diri. Siswa menjadi sadar bahwa mereka belum memahami poin yang menunjukkan motivasi yang meningkat untuk mempelajari bagian pengajaran berikutnya.
4. Perhatian. Sebuah pertanyaan yang memerlukan respon dari siswa dapat meningkatkan perhatian siswa selama pengajaran.
5. Pengalihan. Pertanyaan selama pengajaran berlangsung dapat merepresentasikan bentuk stimulus yang berubah-ubah, analogi pada saat waktu istirahat minum di dunia bisnis dan industri. Pengalihan ini juga mengurangi tingkat pemasukan baru, karena itu memberikan banyak waktu untuk memroses.
6. Evaluasi. Pertanyaan yang tercecer ketika pengajaran berlangsung memerlukan siswa untuk mengevaluasi informasi yang diterimanya. Proses evaluasi siswa yang tersamar membutuhkan sebuah “pemindai” untuk semua informasi yang diterimanya. Karena itu satu pertanyaan dalam materi sebelumnya dapat menyebabkan semua informasi dalam segmen sebelumnya “terpindai”.
Berliner (1968) membandingkan dampak penyisipan pertanyaan ke dalam pengajaran dengan instruksi-instruksi di atas kepada siswa untuk mencatat atau sekedar memperhatikan. Siswa yang diberi pertanyaan pendek mengingat tes dengan segera setelah pengajaran yang direkam selama 45 menit dalam materi sejarah bangsa Cina, lalu satu minggu lagi setelah pengajaran. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 20-3, kelompok yang menerima pertanyaan dan berusaha menjawabnya selama pengajaran memperlihatkan hasil tes yang lebih baik daripada kelompok yang melakukan kegiatan siswa yang biasa, seperti mencatat atau memperhatikan.

Mencatat. Bukti empiris tidak selalu mendukung nilai kegiatan mencatat selama pengajaran (lihat Hartley & Davies, 1972).. dalam 34 eksperimen, hasil dari 16 di antaranya tidak signifikan secara statistik. Namun dalam penelitian korelasi, ketika kegiatan mencatat diukur setelah ia muncul secara alami (daripada dipaksa dalam eksperimen) , “hasilnya – dilaporkan lebih dari 50 tahun – ternyata konsisten, dan menunjukkan bahwa kegiatan mencatat meningkatkan kegiatan dalam tes pengujian berikutnya” (p.4). Analisis selanjutnya yang dilakukan olehb Berliner (1971) mengungkapkan bahwa mencatat dapat menjadi efektif hanya ketika ingatan jangka pendek siswa relatif tinggi. Siswa yang mempunyai ingatan jangka pendek yang rendah tampaknya memperoleh keuntungan lebih dari instruksi pengajaran jika mereka memperhatikan daripada mencatat. Guru/pengajar tampaknya sering lebih menyukai semua siswa yang mencatat, mungkin karena hal tersebut membantu guru/pengajar mengetahui bahwa siswanya dengan cara tertentu sedang menilai apa yang ia katakana. Moore (1968) bereksperimen dengan memberikan tanda kepada siswa dengan kartu merah atau hijau. Warna hijau berarti “mencatat”, dan merah berarti “jangan mencatat”. Dibandingkan dengan kelompok pengontrol, siswa yang diberi tanda benar-benar melakukan dengan baik tes kelulusannya dan pada pengajaran selama enam minggu yang terevaluasi dan juga instruktur yang lebih baik.

Makalah. Makalah yang menunjukkan pengaturan pengajaran dapat meningkatkan keberhasilan siswa seperti yang diperlihatkan oleh Hartley (1976). Lebih jauh, makalah sangat efisien, dalam arti meningkatkan keberhasilan siswa tanpa memerlukan kegiatan mencatat, ketika makalah tersebut “lengkap” daripada “dijaraki” dengan rincian ilustratif yang dibuang. Makalah jenis kedua lebih memberi stimulasi kegiatan mencatat daripada meningkatkan keberhasilan siswa yang diberi makalah yang lengkap. Namun ketika makalah “tidak lengkap”, yang membuang 20 kata kunci atau ada frase yang hilang yang ditandai dengan sebuah garis, maka makalah tersebut benar-benar menghasilkan keberhasilan siswa yang lebih baik daripada makalah yang lengkap, atau yang tidak diberi makalah sama sekali.

Kesimpulan dari mengajar
Setelah menyelesaikan inti pengajaran,. Maka guru/pengajar tiba pada kesimpulan. Apa yang harus dia lakukan? Di sini lagi-lagi sejumlah fungsi diidentifikasi oleh Shutes (1969) berdasarkan analisisnya tentang perekaman beberapa kegiatan guru/pengajar yang baru pertama kali mengajar. Mari kita beralih pada cara bagaimana setiap fungsi ini dipraktikkan.

Fungsi kesimpulan
Dalam membawakan lebih dekat pengajarannya, guru/pengajar dapat (a) terjun dalam sarana sosial, (b) menyuruh siswa mengingat atau memberikan contoh, (c) menjawab pertanyaan siswa, (d) menspesifikasi apa yang harus diketahui oleh siswanya melalui jenis “pasca-organisator”. Contohnya, dia dapat mengekspresikan kenyamanan mampu mengajar kelas dan berharap siswa mendapatkan yang terbaik. Dia dapat melakukan usaha terakhirnya untuk meningkatkan pemahaman dengan memerintahkan siswa mengingat gagasan tertentu dalam memberikan contoh, definisi, dan penerapan. Dia dapat mencari klasifikasi dengan memberikan informasi tambahan dalam merespon pertanyaan guru/pengajar, dengan menyebutkan kembali poin yang ada dengan cara yang berbeda, dengan membuat siswa lain menjawab pertanyaan siswa lainnya, dan dengan menerapkan gagasan kepada permasalahan atau situasi yang baru. Guru/pengajar dapat memberikan spesifikasi dari apa yang harus diketahui oleh siswanya, mengidentifikasi poin-poin khusus, memberikan penekanan, pengulangan atau bertanya pada siswa tentang gagasan utama dari pelajaran yang ada.
Dalam studinya terhadap penggunaan fungsi ini oleh guru/pengajar, Shutes (1969) menemukan bahwa guru/pengajar pemula yang lebih efektif mengajar selama satu jam, seperti yang diperkirakan dari nilai kelulusan tes siswanya, memperlihatkan fungsi kesimpulan yang banyak. Semuanya dibedakan dengan jumlah cara yang mempraktikkan fungsi “sarana sosial” dan “klasifikasi” seperti yang ditemukan di atas. Fungsi lainnya juga lebih sering diperlihatkan dengan guru/pengajar yang lebih efektif, namun tidak signifikan secara statistik.
Dalam memberi spesifikasi tentang apa yang harus diketahui oleh siswa, guru/pengajar yang efektif dapat dibedakan dengan tingkatan berikut ini:
 Menerapkan gagasan dalam pelajaran kepada situasi baru yang khusus.
 Mengulang dan menekankan poin-poin yang penting dalam evaluasi.
 Mengumumkan bahwa tes akan dilakukan.
 Menyuruh siswa mengingat informasi yang spesifik.
 Mempertanyakan apakah siswa mempunyai pertanyaan tentang bagian pelajaran tertentu
Karena Shutes melaporkan hanya hubungan yang berkorelasi, maka kita tidak punya jaminan tentang keefektifan penyebab perilaku guru/pengajar ini. Namun, analisis dan penemuannya dalam fungsi kesimpulan ini harus membantu guru/pengajar merencanakan pengajarannya. Penemuan ini menyarankan cara menggiring pengajaran yang lebih dekat yang akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep utama, definisi, prinsip, dan fenomena yang dipresentasikan oleh guru/pengajar.

Struktur antar-pengajaran
Dalam pengajaran, akhir bagian pengajaran harus memberikan petunjuk pengajaran selanjutnya. Mata rantai pengajaran dan hubungan antar-pengajaran harus jelas. Karena itu, guru/pengajar harus memberikan struktur antar-pengajaran dan juga intra-struktur.
Contoh:
“Seperti yang akan Anda ingat, pengajaran ini adalah bagian kelima dari mata kuliah yang berhubungan dengan ekologi. Terakhir kali, saya berhubungan dengan konsep ekologi tempat, yang memperkenalkan apa yang telah kita bahas hari ini. Berikutnya, saya akan beralih pada cara bagaimana manusia dipengaruhi oleh tempatnya, yang dijelakan oleh kesimpulan yang saya dapat hari ini tentang kerentanan tempat bagi kebanyakan organisme.”
Jenis struktur antar-pengajaran ini dapat memberikan arahan pada siswa yang membantu mereka menghubungkan keseluruhan rangkaian pengajaran dalam struktur yang koheren. Struktur tersebut, antara pengajaran, biasanya diberikan sangat jarang. Karena itu, kebanyakan guru/pengajar salah dalam sisi tidak memberikan “seluruh gambaran” yang cukup.

Perhatian terhadap metode mengajar
Pada bab ini, kita telah memberikan rekomendasi dalam metode mengajar yang sering dilakukan, atau setidaknya dilakukan di tingkat pengajaran. Dalam menyimpulkan hal ini, kita harus memperhatikan bahwa kita sejauh ini mengabaikan cara mengambil pendekatan positif kita dalam metode mengajar.
Pertama, metode mengajar mudah disalahgunakan. Ia dapat terlalu sering digunakan, terlalu panjang, terlalu banyak pengeluaran daripada metode lainnya yang cocok degan jenis tujuan tertentu. Ini dapat menyebabkan kepasifan dan ketergantungan pada siswa. Ini dapat menjadi alat menampilkan hobi guru/pengajar dan ketertarikannya daripada meningkatkan keberhasilan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh siswa. Dalam kelas yang sangat heterogen, guru/pengajar dapat terinspirasi pada tingkat kesiapan siswa yang terlalu sempit dan karena itu, melupakan bidang di atas dan di bawah tingkatan tersebut, yang mana terlalu banyak siswa yang kekurangan pengetahuan atau sudah mempunyai pengetahuan yang diberikan oleh guru/pengajar.
Pada akhirnya, metode guru/pengajar tidak disediakan untuk semua guru/pengajar. Ini tergantung pada kualitas kepribadian – suara, gaya, cara, kecepatan, kefasihan, kesederhanaan, dan keteraturan – yang tidak bisa diberikan oleh campuran semua orang. Seperti halnya drama dan film membutuhkan casting, dan tidak semua aktor cocok untuk semua peran, maka pengajaran juga membutuhkan kecocokan dengan kelebihan dan kelemahan guru/pengajar. Jika kepribadian guru/pengajar tidak sesuai untuk mengajar, maka akan sangat bermanfaat baginya jika ia memilih metode selain mengajar daripada berusaha belajar menggunakan metode dengan efektif. Karena itu, guru/pengajar yang kurang mampu mengajar, yang mana pengajarannya memerlukan revisi gaya kepribadian yang dalam, harus mencari metode lain – metode diskusi, latihan, kelas, individu dan humanistic dengan semua bentuknya. Metode ini akan dibahas di bab selanjutnya.

Ringkasan
Untuk membantu Anda menggunakan metode pengajaran, sasaran dan tujuan dari mengajar haruslah dibahas terlebih dahulu. Gagasan dalam empat bagian pengajaran dipresentasikan: persiapan, perkenalan, inti, dan kesimpulan.
Persiapan mengajar membantu Anda membuat beberapa keputusan tentang penggunaan media audiovisual sebelumnya. Ini juga perlu mengambil pandangan terhadap motivasi Anda dan seberapa banyak waktu yang dapat Anda siapkan. Sebaliknya, persiapan ini dapat membantu mengurangi kecemasan Anda melalui desentralisasi sistematis.
Perkenalan Anda dapat menghadirkan fungsi seperti menjalin hubungan dengan siswa dan memperoleh perhatiannya melalui asumsi analisis tentang apa yang relevan dengan minatnya, dan dengan memberikan motivasi. Perkenalan Anda harus juga mengekspos esensi dari isi pengajaran dengan cara sebelumnya, menggunakan organisator dan mengingatkan siswa yang berhubungan dengan pengetahuan yang telah diperolehnya.
Dalam isi pengajaran Anda, Anda harus membahas isinya, dengan menggunakan satu cara atau lebih yang memberikan pengaturan yang logis, seperti sarana sebagian-keseluruhan, berurutan atau gabungan. Anda harus membuat pengaturan yang jelas dan eksplisit dengan menggunakan pola aturan-contoh-aturan, menjelaskan hubungan, penanda verbal untuk hal yang penting, dan mungkin beberapa struktur pendukung. Untuk mempertahankan perhatian siswa selama mengajar, Anda dapat mengubah-ubah stimulus dan mengganti saluran komunikasi. Kegiatan fisik – membiarkan siswa berjalan berkeliling di kelas – juga membantu mempertahankan perhatiannya. Antusiasme Anda dalam semua bentuknya harus membantu siswa Anda lebih belajar. Penyisipan pertanyaan dalam pengajaran juga menunjukkan mempunyai dampak yang baik.
Pada akhirnya, kesimpulan dari pengajaran Anda harus meringkas apa yang harus diketahui oleh siswa Anda dan mampu melakukannya. Ekspresi terima kasih dan kenyaman guru/pengajar dengan perhatian siswa ternyata berhubungan dengan pembelajaran yang lebih besar. Memberikan pertanyaan akan memberikan Anda kesempatan terakhir untuk mengklasifikasi poin-poin tertentu. Anda dapat menyelesaikannya dengan mengevaluasi bagaimana pengajaran ini berhubungan dengan pengajaran sebelumnya.
Bab ini berakhir dengan beberapa perhatian: jangan menggunakan metode pengajaran secara berlebihan ketika alternatif yang diinginkan mungkin dilakukan. Dan guru/pengajar tidak harus menggunakan metode sama sekali jika kepribadiannya tidak sesuai dengan apa yang diminta dalam metode tersebut.

0 comments

Post a Comment

Torch Stories

Chat Here


ShoutMix chat widget

Recent Posts

Video Today

Photo Gallery