Posted by
admin
Saturday, June 5, 2010

Harun memandang keluar jendela dari balik kelasnya di lantai tiga gedung paling luas di fakultas Fikom itu. Desiran angin menggetarkan kaca jendela beserta daun-daun kering yang turut terbang dan menempel. Jauh di atas sana beberapa selimbut awan yang menggulung berkerumun semakin padat. Awan-awan itu seolah-olah sedang berkumpul membicarakan hal yang serius.
Ada pepatah yang mengatakan kemiskinan terjadi karena adanya orang-orang kaya. Hubungan antara keduanya ibarat simbiosis yang saling membutuhkan. Di mana ada orang kaya, di situ pasti ada orang miskin. Karena itu, kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Selama bumi masih hidup, kondisi yang kerap dicela orang ini akan tetap selalu ada.
Apakah kemiskinan merupakan hal yang buruk? Kemiskinan diakui sebagai faktor pemicu rawannya kejahatan pada masyarakat. Kemiskinan melahirkan pengangguran dan generasi yang impoten. Ia juga memiliki potensi yang cukup besar dalam menyebarkan penyakit disebabkan tingkat kesehatan yang buruk, sanitasi yang tidak memadai, dan rendahnya mutu gizi. Orang yang berada dalam kemiskinan pun tidak punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi agar dapat memperbarui nasib mereka. Bahkan dalam tataran bernegara, sebuah negara dianggap maju atau berkembang ditilik dari tingkat persentase kemiskinan rakyatnya.
Yes, that is what I’d like to share with you in this column. “Try to believe” is sometimes easy to talk but hard to do. So many considerations that the feeling of anxiety or maybe overreacted worries to our children make us so feel stressed, at least, that what I know. It can be referred to any kind we consider it as teacher; try to believe yourself, your skills, your experience, your method, your confidence, and your students. The last mentioned is what I want to share with you.