Torch Today

Membedah The Bridges of Madison Country

Posted by admin Saturday, April 24, 2010

Tidak ada seorang pun yang menyangka bahwa The Bridges of Madison Country karya Rober Waller akan mudah laku keras dan menjadi karya best-seller. Ceritanya terlalu singkat; penulisnya, seorang mantan professor bidang manajemen, tidak terkenal; alur ceritanya, sangat basi. Namun novel yang mengisahkan empat hari yang romantis pada musim panas antara Robert Kincaid, fotografer yang sedang berkeliling dunia, dan Francesca Johnson, seorang ibu rumah tangga dari Midwestern, dengan cepat naik pada posisi rating teratas.
Para pembaca mendapatkan buku tersebut dari toko buku di kota, di mal daerah pinggiran, bandara, dan supermarket; buku itu juga sangat popular di kalangan mahasiswa. The Bridges of Madison Country telah menyentuh hati yang paling dalam jutaan orang, namun tampaknya tidak ada seorangpun yang mempertanyakan mengapa.

Mungkin, meskipun, kesuksesan dari novel ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Pada intinya, ini adalah sebuah kisah yang merayakan ketertarikan antarpribadi yang tak terduga. Siapa yang akan mengira bahwa dua individu yang berbeda dapat saling tertarik satu sama lain? Seperti yang Robert katakan dalam suratnya pada Fransesca, “Kita telah terpesona oleh satu sama lain seperti halnya dua serpihan debu kosmos” (p.141). Malahan, keduanya saling berbenturan – dan di situlah daya tarik buku ini. Orang-orang terpesona dengan kemungkinan bahwa ketertarikan yang intens, nyaris mustahil, dan tak terduga, dapat terwujud menjadi sebuah kenyataan yang dapat terjadi.
Kita semua, kadang-kadang, pernah dikejutkan oleh reaksi kita pada seseorang yang baru kita temui. Mengapa kita dapat sangat dan cepat menyukai beberapa orang – namun dapat pula sangat dan cepat tidak menyukai orang lain? Ketertarikan atau daya tarik tampaknya adalah sesuatu yang aneh dan tak terduga, sebuah jenis kejanggalan yang ada pada tingkah laku manusia.
Bab ini akan menghubungkan beberapa misteri pertemuan pertama. Teori-teori dan penemuan penelitian yang digambarkan di sini akan membantu kita memahami lebih baik proses ketertarikan. Namun tidak akan berakhir dengan kejadian yang biasa dan membosankan. Daya tarik atau ketertarikan adalah seperti sedang melihat kaleidoskop: meski kita mengenali gerakan, dan pergeseran gambarnya, kita tetap dapat terkejut dengan pola-pola yang muncul.
Mengenali peranan dari balasan adalah langkah pertama yang penting dalam menggambarkan kapan dan bagaimana ketertarikan itu muncul. Tapi akan ada banyak lagi yang akan diketahui. Tidak semua balasan yang diterima itu sama atau hampir sama. Pada halaman berikutnya, kita akan menguji empat faktor yang mempengaruhi apakah pertemuan pertama akan mendapatkan balasan: pada kebutuhan kita sendiri, karakteristik orang lain, kecocokan antara kita, dan konteks situasinya. Meskipun kita memerhatikan faktor ini satu persatu, namun hubungan di antara mereka bersifat dinamis dan interaktif. Karakteristik seseorang, misalnya, dapat mengubah dampak dari sebuah situasi – dan begitu juga sebaliknya.
Anda juga harus mencatat bahwa hampir semua penelitian mengenai daya tarik (dan hubungan yang intim) telah fokus pada masalah heteroseksual. Kita tidak tahu bagaimana penemuan spesifik ini diterapkan pada hubungan homoseksual, dan hal ini dengan tidak jelas membatasi pemahaman kita. Namun, proses dasarnya yang digambarkan di bab ini dan di bab selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan banyak orang dan pasangan, tanpa memperhatikan orientasi seksual mereka (Kurdek, 1992).

KARAKTERISTIK SESEORANG
Apakah beberapa orang selalu berteman di bawah situasi apapun? Apakah mereka merespon dengan antusias pada hampir setiap orang yang membuka jalinan pertemanan? Dengan kata lain, apakah semua orang akan menjadi lebih tertarik daripada orang lain? Untuk menjawabnya, kita akan melihat pada empat jenis karakteristik seseorang yang berperan pada maksud/tujuan seseorang untuk mendekati orang lain; rasa harga diri, motif sosial, kesulitan sosial, dan pengharapan antarpersonal.

Rasa harga diri: kepercayaan diri lawan keinginan.
Gagasan bahwa rasa harga diri, evaluasi seseorang terhadap harga dirinya, mempengaruhi ketertarikan pada orang lain, telah lama menjadi sumber perdebatan. Sigmund Freud (1922), Bapak psikoanalisis, dan Theodore Reik (1944), yang mengembangkan mazhab psikoterapinya sendiri, keduanya menjejaki ketertarikan antarpersonal kembali pada ketidakpuasan pada diri. Para ahli psikoanalisis utama lainnya, seperti Karen Horney (1939) dan Harry Stack Sullivan (1947) tidak setuju. Mereka percaya bahwa ketertarikan secara spontan kepada orang lain membutuhkan perasaan aman dan percaya diri. Jadi yang mana yang benar? Apakah ketertarikan mengalir dari faktor kekurangan atau dari faktor kelebihan?
Pertama, peranan ketidakpuasan tampaknya lebih menyakinkan. Dalam sebuah penelitian tahun 1965 yang dilakukan oleh Elain Walster (sekarang Harfield), subjek perempuan menerima umpan balik yang semu yang dilakukan oleh para ahli eksperimen. Mereka yang rasa harga dirinya direndahkan dengan dikatakan bahwa mereka mempunyai kepribadian yang jelek lebih menyukai pasangan laki-laki yang ramah daripada mereka yang rasa harga dirinya disanjung dengan umpan balik yang positif tentang kepribadian mereka. Namun penelitian berikutnya gagal menyampaikan hasil awal ini, menemukan tidak ada bukti langsung hubungan antara rasa harga diri dan ketertarikan kepada orang lain (Sprecher & Harfield, 1982). Kemudian, apakah rasa harga diri tidak punya dampak apa-apa tentang betapa inginnya orang-orang merespon kebaikan orang asing? Apakah Freud, Reik, Horney, dan Sullivan semuanya salah?
Sebenarnya, mereka semua benar, namun tidak ada seorangpun dari mereka yang sadar bahwa rasa harga diri yang tinggi dan rendah mempunyai dampak yang berbeda terhadap aspek yang berbeda dari proses ketertarikan (Dion & Dion, 1988). Rasa harga diri yang tinggi membuat orang-orang mengejar penghargaan sosial yang potensial meskipun terdapat risiko kegagalan. Namun karena kebutuhan terhadap penghargaan ini kurang, maka mereka dapat kurang termotivasi untuk mendekati beberapa orang yang mana mereka tertarik kepadanya. Sebaliknya, orang-orang dengan rasa harga diri yang rendah merasakan kebutuhan yang lebih besar menerima balasan yang positif dari orang lain dan mungkin akan sangat gembira saat menerimanya. Namun, perhatian mereka tentang kekonyolan yang muncul atau penolakan dapat menahan inisiatif mereka dan mencegahnya bertindak. Dengan kata lain, mereka yang kurang membutuhkan balasan sosial merasa sangat yakin pada diri mereka untuk bisa mendapatkannya, sementara mereka yang sangat membutuhkannya kurang percaya diri dalam mengejar balasan sosial tersebut. Kepercayaan diri dan keinginan berlawanan satu sama lain, dan rasa harga diri mengakhiri seluruh dampak yang kecil dalam ketertarikan. Dalam bagian berikutnya, kita akan beralih pada beberapa motif sosial dan kesulitan sosial yang mempunyai hubungan lebih langsung dengan kecenderungan sosial kita.
(selesai untuk bab 1)

0 comments

Post a Comment

Torch Stories

Chat Here


ShoutMix chat widget

Recent Posts

Video Today

Photo Gallery